DetikPapua.Com, Senin, 26/4 tepat 37 tahun (26 April 1984-26 April 2021) kasus dugaan peristiwa pembunuhan kilat di luar proses hukum (extra judicial killing) yang menimpa mantan Kurator Museum Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) Abepura-Jayapura, Arnold C.Ap, BA belum diselesaikan oleh Negara Republik Indonesia.
Kendatipun Indonesia telah memiliki Undang Undang Nomor 39 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Bahkan telah pula dimiliki pranata hukum penyelesaian pelanggaran HAM Berat di dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
Almarhum Arnold Clemens Ap adalah tokoh budayawan dan seniman natural asli Papua asal Suku Biak. Dia sempat mengenyam pendidikan tinggi hingga meraih gelar sarjana muda (bachelor of art) dari Fakultas Keguruan (FK) Uncen dan bekerja sebagai staf di Lembaga Antropologi Uncen hingga bersama rekan-rekannya mendirikan grup musik tradisional Papua bernama Manyouri (burung Nuri) lalu diganti dengan nama yang lebih merakyat yaitu Mambesak (burung Cenderawasih).
Mambesak grup pimpinan Arnold Clemens Ap sempat merekam lagu-lagu rakyat asli Papua antara tahun 1978-1984, dari volume 1 (satu) hingga volume 5 (lima). Lagu-lagu Mambesak kini dapat diunduh di situs terkenal YouTube.com. Selain merekam lagu-lagu rakyat Papua yang syairnya dikirim oleh berbagai orang Papua ke Grup Mambesak. Mereka juga melakukan pementasan tari baca puisi dan sajak bahkan memperoleh kesempatan menyapa para penggemarnya di seluruh Tanah Papua kala itu (1978-1984) melalui acara Pelangi Budaya dan Pancaran Kasih di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara V Jayapura.
Karena rekaman lagu-lagu tersebut diatas, Arnold.C.Ap, cs dicurigai oleh negara, khususnya aparat TNI sebagai sedang menggerakkan separatisme model baru dalam mempengaruhi rakyat Papua untuk melepaskan diri dari NKRI. Inilah awal Arnold.C.Ap, dkk mulai “diincar” aparat keamanan yang kala itu “didominasi” TNI dari pada Polri sesuai amanat UU No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tanggal 30 November 1983, akhirnya Arnold C.Ap bersama rekannya yang juga adalah sepupunya bernama Eduard Mofu (almarhum) “ditangkap” oleh aparat keamanan dan dimasukkan untuk ditahan di Sel Polda Papua di APO Jayapura. Mereka ditahan selama kurang lebih 6 (enam) bulan dengan tuduhan yang belum jelas secara hukum hingga saat ini.
Belum pernah ada klarifikasi resmi dari pihak Polri mengenai penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Polri saat itu terhadap almarhum Arnold.C.Ap dkk telah sesuai KUHAP atau tidak? Termasuk haknya untuk memperoleh bantuan hukum sebagai diatur dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 56 KUHAP?
Kini telah 37 tahun lamanya Arnold C.Ap menemui ajalnya yang diduga akibat ditembak dengan senapan Laras panjang (senjata api) oleh personil TNI dari Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasanda) atau kini Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI di pasir VI, Jayapura tanggal 26 April 1984. Sesuai amanat Pasal 45 dan Pasal 46 UU RI No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua, Negara yang dipersonifikasikan oleh Pemerintah RI dan Pemerintah Provinsi Papua dapat segera mengambil langkah penting untuk menyelesaikan secara hukum atas kasus kematian tragis Budayawan Papua yang sangat terkenal tersebut. Kematian Arnold.C.Ap meninggalkan “borok” yang seyogyanya menjadi prioritas perhatian Negara Indonesia sepanjang lebih dari 3 (tiga) dekade ini.
Penulis : Yan Warinussy SH