
(Kerajaan Belanda dan Kemerdekaan Papua Barat 1961)
*Dominikus Wakerkwa
Dalam pandangan negara terhadap tanah Papua, dimana terletak dan keberadaan seorang wanita cantik yang dapat menarik perhatian khusus untuk sulit dicerai-beraikan. Karena wanita asal Papua merupakan wanita cantik yang penuh dengan berbagai hiasan yang dapat diakui oleh dunia dan juga negara. Pada awalnya wanita Papua tersebut berlindung kepada suaminya yang pertama, yaitu dibawa perlindungan kekuasaan Belanda. Namun dalam beberapa lama kemudian pemerintahan Belanda mulai berkehendak untuk menceraikan wanita asal Papua ini sesuai dengan peraturan jalur hukum yang dikeluarkan oleh PBB tanggal 28 November 1961 (Djopari: 35). Ada 4 (empat) pasal rencana Luns, yakni: (1). Harus ada jaminan adanya suatu undang-undang penentuan nasib sendiri bagi orang Papua; (2). Harus ada kesediaan sampai terbentuknya pemerintahan dengan persetujuan Internasional; (3). Berehubungan dengan kesediaan tersebut juga akan diberikan kedaulatan; (4). Belanda akan terus membiayai perkembangan masyarakat ke taraf yang lebih tinggi.
Pada tanggal 01 Desember 1961 atas persetujuan pemerintah Kerajaan Belanda, Komite Nasional Papua (KNP) mendeklarasikan kemerdekaan Papua Barat (West Papua) di Holandia (kini Jayapura), tempatnya di Jl.Irian, di halaman gedung kesenian Irian Jaya yang pada waktu itu adalah gedung Nieuw Guinea Raad. Hari itu dilakukan pengibaran Bendera Papua Barat berdampingan dengan Bendera Kerajaan Belanda dan dinyanyikan lagu kebangsaan kedua negara merdeka (Belanda dan Papua Barat). Lagu Kebangsaan Hai Tanahku Papua dikumandangkan pertama kalinya. Ketika itu semua tiang bendera di semua dinas dibuat berbentuk palang untuk mengibarkan dua bendera negara berdaulat, Belanda dan Papua Barat. Demikian pula lagu kebangsaan Papua “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan bersama-sama dengan lagu kebangsaan Belanda Wilbelmus. Kedua hal itu terus berlangsung selama setahun sampai dengan pemerintahan UNTFA di mulai pada tanggal 1 Oktober 1962. Pada tanggal 1 Desember 1961 itu tidak dibacakan teks proklamasi Papua Barat. Alasanya adalah teks proklamasi akan dibacakan pada kemerdekaan defenitif (de jure) pada akhir tahun 1970 atau awal 1971 ketika pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya (NAPA: 16-21; Djopari: 36-37; Aryesam: 730-75).
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/12/perempuan-cantik-di-papua/
Tanggal 11 Desember 1961 Pemerintah Indonesia, sebagai tanggapan terhadap pembentukan negara Papua Barat, membentuk Dewan Pertahanann Nasional dengan tugas utama merumuskan pengintegrasian segenap kekuatan Nasional untuk Pembebasan Irian Barat (Aryesam: 117).
Tanggal 14 Desember 1961 pemerintah Indonesia membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat yang berpusat di Makasar, Sulawesi Selatan (Aryesam: 117). Tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno memaklumatkan TRIKORA (Tiga Komando Rakyat) di Yokyakarta untuk menggagalkan pembentukana Negara Papua Barat. Isi dari Trikora tersebut adalah: (a). Gagalkan pembentukan negara Boneka Papua buatan Belanda Kolonial; (b). Kibarkan Merah Putih di Irian Barat; (c). Bersiaplah mobilisasi umum guna mempertahankan kesatuan tanah air dan negara (Aryesam: 79-80; Humas 1999/2000: 20-21).
Kerajaan Indonesia dalam Perjanjian New York
Pemerintahan Belanda telah menceraikan wanita asal Papua dengan secara resmi pada tanggal 1 Desember 1961 agar wanita asal Papua hidup tanpa suami menentukan nasip sendiri. Tanggal 19 Desember 1961 Pemerintahan Indonesia memaklumatkan Trikora di Yokyakarta untuk merebut kembali wanita cantik asal Papua dengan semua hak miliknya.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/06/seksualitas-oap-dan-mama-bumiseksualitas-oap-dan-mama-bumi/
Ketika kedengaran berita itu, ketegangan politik antara Indonesia dan Belanda semakin memanas, perang fisik antara angkatan perang Belanda dan Indonesia tidak dapat dielakkan lagi. Karena itu pihak Barat, terutama Amerika Serikat segera melakukan berbagai intervensi politik. Intervensi politik Amerika itu pada umumnya tidak secara langsung namun melalui PBB. Karena itu Sekjen PBB (U. Thant adalah orang Asia dan lebih memihak Indonesia) meminta kepada Bunker (mantan Dubes Amerika Serikat) yang pernah bertugas sebagai Dubes Berkuasa Penuh di India untuk menyusun suatu solusi dalam bentuk proposal. Bunker berasil menyusun suatu proposal yang kemudian dikenal dengan sebutan Bunker proposal (Usulan Bunker). Proposal itu setelah dibahas, akhirnya menjadi dokumen resmi yang ditanda-tangani Perjanjian antara Pemerintah Kerajaan Belanda dan Indonesia mengenai Irian Barat atau dikenal umum dengan nama Perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Sejak proses pembahasan sampai dengan penadatangan perjanjian itu tidak dilibatkan satupun orang Papua. Kemerdekaan Papua Barat setahun sebelumnya segera diakhiri sebagai konsekwensi dari pelaksanaan perjanjian tersebut. PBB pun segerah mengambil alih kekuasaan atas Papua Barat (Irian Jaya) tanggal 1 Oktober 1962.
Selama penyelesaian sengketa atas Papua Barat itu rakyat Papua berada dalam posisi pasif dan tidak dilibatkan. Bunker sangat tidak setuju keterlibatan orang Papua dalam perundingan Indonesia dan Belanda (Van der Graaf :3). Bahkan partai-partai politik dan perwakilan rakyat (Dewan Nieuw Guinea) yang sudah terbentuk waktu itu pun tidak dilibatkan. Peranan Belanda pun lemah dalam memperjuangkan rencana Kemerdekaan Papua Barat karena sangat ditekan dan didominasi oleh Amerika Serikat (melalui PBB) untuk menyetujui isi dan pelaksanaan perjanjian New York. Kepentingan politik dan ekonomi Amerika Serikat sangat main peranan dibalik perjanjian tersebut satu pihak dan kepentingan Indonesia lain pihak tanpa memperintungkan Rakyat Papua.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/05/berdagang-di-emperan-jalan-simbol-mayoritas-diminoritaskan/
Tanggal 16 Agustus 1962 Presiden Soekarno mengeluarkan suatu perintah tentang Pengertian Permusuhan Belanda – Indonesia yang ditunjukan kepada semua Gerilyawan Indonesia di Daratan Irian Barat yang isinya memerintahkan agar segera dihentikan tembak-menembak, permusuhan mulai 18 Agustus pukul 09.31, namun tetap adakan konsolidasi dan waspada serta siaga penuh menerima perintah lebih lanjut (Dokumen Irian Barat: 59). Pada bulan September 1962 setelah New York Agreement tersebut disahkan dalam resolusi PBB, para elit Papua pro kemerdekaan Papua melakukan suatu Kongres Nasional yang diprakarsai oleh ketua Partai Nasional (ParNas) Hermanus Wayoi dan anggota Nieuw Guinea Raad Nikolas Tanggahma. Kongres ini memutuskan (dihadiri 90 elit Papua) untuk menerimah Perjanjian New York (15 Agustus 1962) dengan ragu-ragu, menyetujui kerja sama dengan PBB dan RI, dan menuntut agar UNTEA menghormati bendera dan lagu Nasional Papua, serta menentukan pemelian umum dilakukan tahun 1963 segera setelah masa kerja resmi UNTEA selesai. Dalam terjadinya perjanjian New York Agreement adalah secara keterpaksaan demi kepentingan politik dan ekonomi bagi negara itu sendiri.
Kesimpulan: Refleksi atas Sejarah
Tanggal 19 Desember 1961 Pemerintahan Indonesia memaklumatkan Trikora di Yokyakarta untuk merebut kembali wanita cantik asal Papua dengan semua hak miliknya. Sejarah kemarin seperti Sejarah hari ini, Sejarah hari menjadi Sejarah hari esok, Sejarah itu tidak akan pernah hilang meskipun orang selalu dibungkamkan dan sembunyikan. Kenenaran tetap kebenaran.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/07/31/mengapa-kenyataan-terasa-begitu-pahit-hai-tanah-papua/
Tanah Papua itu sama seperti seorang wanita cantik yang diinginkan oleh banyak orang, sedangkan manusia-manusia Papua itu sama dengan orang-orang tua yang tidak disukai oleh banyak orang. Mengapa semua orang memandang tanah Papua bagaikan seorang gadis cantik? Pertanyaan ini memberikan kepada pejuang-pejuang keadilan, kebenaran dan kedamaian di Papua, kepada mereka yang ada diluar Papua maupun dalam negeri. Apakah kebenaran dan Sejarah Papua merdeka, benar-benar jalankan ataukah, dibalik Sejarah itu ada orang-orang tertentu yang mempermainkan atas Sejarah tersebut. kalau seandainya mempermainkan Sejarah “keadilan dan kebenaran” atau keadilan dan kebenaran itu menjadikan sebagai sebuah permainan, maka bisa dikatakan bahwa dia manusia tapi dalam kenyataanya ia bukanlah manusia. (*)
)* Penulis Adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Fajar Timur” Jayapura-Papua.
Sumber:
Dr. Socratez Yoman, Kuasa Kata-Kata, Denpasar, Bali, 2022
Agus A. Alua, 2006. Papua Barat Dari Pangkuan Ke Pangkua, Jayapura: STFT Fajar Timur.