9 November 2025

DETIK PAPUA

Berita Papua Terkini

Tugas Manusia Terhadap Ciptaan: Perspektif Teologis dan Ajaran Sosial Gereja dalam Konteks Papua 

*Yanius Tipagau

Manusia memiliki tugas dan tanggung jawab yang signifikan. Sejak Allah menciptakan manusia sekaligus memberikan otoritas atau integritas kewenangan atas ciptaan. Jadi, sejak manusia lahir tugas itu melekat pada setiap manusia sebagai makhluk yang serupa dengan Pencipta. 

Melihat dari prespektif penciptaan manusia adalah bungsu dari segala ciptaan yang lain di kosmos. Namun manusia memiliki tugas besar yang dipercayakan pencipta, untuk menjaga dan merawat bukan merusak dan menguasai tanpa mengindahkan kosmos.

Dalam risalah ini penulis memprioritaskan pembahasan dari dua sumber direlevansikan dengan konteks Papua. Sumber pertama berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam ciptaan yang dirilis dalam buku teologi ciptaan yang ditulis oleh John Zizioulas, (2019). Sedangkan sumber kedua dibahas dalam ensiklik “Laidato si” yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus, pada 24 Mei 2015. Ensiklik tersebut merupakan ASG (ajaran sosial Gereja). Kedua sumber tersebut menjadi bahan referensi untuk melihat realitas eksistensi alam Papua. Juga meninjau bagaimana tindakan manusia Papua serta semua orang yang hidup diatas tanah Papua terhadap alam ciptaan. 

Dari kedua sumber ini memberikan kesadaran-kesadaran kepada manusia. Sebagai makhluk ciptaan yang relasional, yang memiliki tugas dan tanggung jawab atas kosmos demi kestabilan dan keutuan hubungan manusia dengan kosmos dan Pencipta. 

Manusia sebagai imam ciptaan dalam Teologi Penciptaan

Dalam buku Jhon Zizioulas, mengulas beberapa hal tindakan atau relasi manusia dengan Allah dan kosmos. Namun tidak semua yang dibahas dalam risalah ini, tetapi memberikan refleksi dan meringkas beberapa pembahasan secara singkat. 

Ciptaan (creation) merupakan istilah yang digunakan teologi Kristen untuk menemukakan gagasan tentang dunia. Jhon Zizioulas menekankan pentingnya relasi manusia dengan kosmos dan Pencipta. Dalam prespektif teologi trinitas dengan gamblang menunjukkan eksistensi Tritunggal dalam communion. Tanpa dipungkiri membuktikan bahwa manusia dan kosmos memiliki relasi yang signifikan dengan Tuhan Allah. Pertanyaannya, baikkah relasi manusia terhadap alam ciptaan zaman kontemporer? Pertanyaan tersebut sangat penting karena eksistensi manusia ditengah ciptaan lain. Juga manusia tidak separasi dari kosmos.

Manusia merupakan mediator artinya membangun relasi dengan semesta dan Allah. Jika manusia sebagai mediator maka pada dasarnya eksistensi manusia bukan untuk menguasai kosmos namun membangun relasi. Membangun relasi berarti manusia memiliki tanggung jawab yang signifikan untuk merawat, mengolah dan menjaga alam. 

Melalui kehadiran manusia relasi antara Allah dan dunia dimungkinkan. Man as Priest of creation (manusia sebagai imam bagi ciptaan). Maka perlu diinsafi bahwa eksistensi manusia ditengah ciptaan bukan untuk menguasai. Oleh karena itu manusia memiliki tugas dan tanggung jawab atas nasib ciptaan. Tugas dan tanggung jawab itu adalah tugas mulia. 

Laudato Si (Terpujilah Engkau)

Ensiklik Laudato Si “Terpujilah Engkau Tuhanku” merupakan ajaran sosial gereja. Yang diterbitkan oleh Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015. Paus Fransiskus diinspirasikan oleh Santo Fransiskus Assisi. Yang hidup menjadikan alam (kosmos) sebagai saudari dan kitab suci yang paling Indah. Paus Fransiskus menyerukan bahwa di planet ini adalah rumah kita bersama. Lahirnya ensiklik ini bertolak dari aktivitas manusia yang menyebabkan kejahatan terhadap ibu Pertiwi atau kosmos. 

Ada beberapa tokoh yang berpandangan dan responsif terhadap krisis ekologi. Pertama, Paus Benediktus XVI mengajak manusia untuk menghapus sebab-sebab struktural dari gangguan, fungsi ekonomi dunia dan mengoreksi model-model pertumbuhan yang tampaknya tidak mampu menjamin penghormatan kepada lingkungan. Namun jatuh dalam kerusakan alam ciptaan Allah atau kosmos. Kedua Paus Paulus Yohanes II, melihat krisis ekologi. Manusia tanpa mengindahkan alam tendensi pada apa yang segera dipakai dan dikonsumsi. Oleh karena itu ia menyeruhkan pertobatan ekologis. Ketiga, Patriark Bartolomeus telah berbicara khususnya tentang pentingnya setiap manusia bertobat dari cara tingkah lakunya yang merugikan planet. Oleh karena itu ia mengajak bahwa “sejauh kita menyebabkan krisis ekologi, kita dipanggil untuk kontribusi kita baik kecil maupun besar kepada penghancuran alam ciptaan. Keempat, Santo Fransiskus mengajak kita pentingnya melihat alam ciptaan sebagai kitab suci yang sangat indah. Pemikiran tersebut karena eksistensi kosmos mengarahkan kita kepada Sang Pencipta kecuali kita merefleksikan dan menghayatinya. 

Apa Akar Krisis Ekologi?

Krisis Ekologi disebabkan oleh teknologi; kreativitas dan kekuasaan manusia. Alat atau buatan manusia dan ketamakan yang menjerit dan melukai hati ibu Pertiwi. Buatan kreativitas manusia seperti mesin uap, kereta api, telegraf, listrik, mobil, pesawat terbang, industri kimia, obat-obatan modern, teknologi informasi, revolusi digital, robotika, bioteknologi dan nanoteknologi. Para penguasa menguasai ibu pertiwi tanpa mengindahkan lingkungan. Kecenderungan pada ketamakan dan kekuasaan semu yang dapat merusak dan melukai hati kosmos. Faktor dari keretivitas dan kekuasaan manusia yang mengakibatkan polusi dan perubahan iklim, polusi, limbah, dan budaya membuang sampah sembarang, hilangnya keanekaragaman hayati dan penurunan kualitas hidup manusia serta kemerosotan sosial.

Krisis ekologi juga terjadi karena antroposentrisme (paham yang memandang manusia sebagai pusat dari ciptaan lainnya, pandangan yang seolah-olah alam semesta ada demi kepentingan manusia). Oleh karena itu manusia berusaha untuk menguasai dan merusak alam ciptaan. Jadi, intisarinya adalah kreativitas dan kekuasaan manusia yang dapat mengakibatkan krisis ekologi. Juga ketidak sadaran manusia terhadap dampak dari pembuangan dan penggunaan industri serta teknologi. Oleh karena itu manusia mestinya bertindak semestinya demi keharmonisan ibu pertiwi yang memberikan keberlangsungan hidup.

Konteks Papua 

Pulau Papua merupakan sebuah pulau yang dihuni oleh manusia kulit hitam dan ramput keriting yang disebut dengan ras Melanesia (Papua). Kultur kehidupan orang Papua beberapa ribuan tahun yang silam, sangat akrab dengan ibu pertiwi. Orang Papua menghidupkan nilai-nilai baik yang berkaitan relasi dengan semesta. Jadi, sudah ada nilai-nilai yang ditekan dalam buku Teologi penciptaan, manusia sebagai imam bagi penciptaan (Jhon Zizioulas.2019) dalam ensiklik Laudato Si “Terpujilah Engkau Tuhanku” (Paus Fransiskus. 2015). Orang Papua menjadikan alam semesta sebagai pijak tumbuhnya iman kepada pencipta. Jadi, membangun relasi yang intim kepada alam dan Allah sebelum gereja samawi masuk. Mereka membangun komunikasi dengan Allah melalui ciptaan-Nya sebagai mediator. Kebiasaan itu sudah dihidupkan. 

Sebagai makhluk sosial orang Papua menjalin dengan suku bangsa lain. Oleh karena itu zaman kontemporer di pulau Papua dihuni oleh berbagai suku bangsa. Pertanyaannya, apakah nilai-nilai warisan leluhur masih kental? Sudakah bersama sesama suku bangsa menjadi mediator dan security demi keutuhan alam? Pengetahuan pribadi berdasarkan realitas, Papua sedang mengalami degradasi relasi dengan alam Papua. Jika melihat tolak ukur terjadinya hilangnya hubungan dengan alam semesta bermulai dari manusia Papua diintegrasikan dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). 

Demi kepentingan ekonomi dan politik global dan secara khusus penguasa Indonesia benar-benar melukai hati ibu pertiwi Papua. Juga kecenderungan ilmu pengetahuan baru yang mengajak dan mendidik manusia Papua secara khusus dan semua orang yang hidup diatas tanah Papua. Yang dapat mengakibat kerusakan alam semesta dan menjadi jarak hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Mungkinkah pendidikan yang diperoleh tidak semua yang baik? Jika tidak untuk apa memberikan pendidikan yang dapat merusak dan menyakiti hati kosmos dan Pencipta. 

Ibu Pertiwi Papua Menangis 

Realitas situasi Papua saat ini baik manusia Papua maupun ibu Pertiwi Papua sedang menangis sedang dan dilukai oleh negara Indonesia dan penguasa. Orang Papua dan ibu Pertiwi Papua benar-benar merindukan keadilan, keselamatan, keamanan dan keharmonisan relasi. Allah Tritunggal yang merupakan kesatuan, mengajak dan memberikan teladan kepada manusia untuk berrelasi dengan alam ciptaan dan dengan Pencipta. Namun sayangnya realitasnya serong dari yang diharapkan.

Kerakusan dan kekuasaan para penguasa dunia dan Indonesia menjadikan ibu Pertiwi Papua sebagai tempat sandaran untuk menguasai dan memperoleh keuntungan. Perampasan tanpa mengindahkan hak-hak masyarakat. Benar-benar menyakiti hati Pencipta, alam Papua dan manusia Papua. 

Perusahaan-perusahaan ilegal yang masuk tanpa persetujuan hak ulayat orang Papua, oleh negara Indonesia bersama negara asing demi kepentingan kelompok, seperti PT Freeport Indonesia di Tembagapura, perusahaan  nikel yang baru masuk di Raja Ampat, minyak Bumi di Sorong, PSN di Merauke dan berbagai macam perusahaan yang ada di seluruh tanah Papua.

Orang Papua juga suku-suku lain yang dihuni di pulau Papua perlu diinsafi bahwa kejahatan penguasa telah separasi hubungan dengan alam Papua dan Sang Pencipta. Para penguasa menawarkan pendidikan yang dapat merusak mentalitas manusia. Yang cenderung dalam kejahatan ekologis tanpa mengacuh pada ibu Pertiwi. Akhirnya semua jatuh dalam dosa ekologi. Tuhan menciptakan ciptaan dan memberikan otoritas kepada manusia bukan untuk menguasai melainkan merawat, melestarikan dan membangun relasi dengannya.

Singkatnya alam Papua dan bangsa Papua sedang berada dalam penindasan penguasa Indonesia. Para penguasa mendoktrin mengunakan barang-barang yang siap dipakai yang dapat merusak ibu Pertiwi Papua. Kedua para penguasa melukai bangsa Papua dengan moncong senjata dan kekerasan lainnya. Ketiga melukai ibu Pertiwi Papua dan manusia Papua dengan mencuri kekayaan alam. Karena para pemodal Indonesia menganggap Papua sebagai tanah kosong, tidak ada penghuninya. 

Dalam tulisan ini penulis menekankan pentingnya orang Papua, kesadaran kejahatan bangsa Indonesia terhadap ibu Pertiwi Papua. Kedua orang Papua perlu menghidupi nilai-nilai warisan leluhur, Bagimana menghidupi dan membangun relasi dan keutuhan dengan alam dan Tuhan. Ketiga berhenti kecenderungan dan kerakusan terhadap penguasa Indonesia yang merusak dan membunuh orang Papua dan bumi Papua. Kelima, berhenti perilaku yang merusak eksistensi alam. Sebab kita semua dipanggil untuk menjaga ibu pertiwi Papua sebagai rumah kita bersama, menjadi mediator dengan pencipta dan alam Papua. Sebab itu adalah kekuatan utama yang bisa dapat melumbuhkan kekuatan para penguasa dunia ini secara spesifik penguasa Indonesia. [*]

Daftar Pustaka

Zizioulas John. 2019. Paham Manusia Sebagai Imam Ciptaan Dalam Teologi Penciptaan.

Fransiskus Pau. 2015. Ensiklik Laudato Si “Terpujilah Engkau Tuhanku”.

Loading

Facebook Comments Box