
(Memahami Pemikiran dan Perjuangan Vandana Shiva)
*Siorus Ewainaibi Degei
Demokrasi Bumi
Dalam buku ‘Eraeth Democracy: Justice, Sustaninabillity, and Peace’ (2005) Vandana mengulas Panjang lebar tema yang relatif sentral dalam pemikirannya, yaitu demokrasi bumi atau demokrasi alam yang beririsan dengan tiga elemen utama pemikiran lainnya yang berkenaan dengan keadilan (justice), keberlanjutan (sustainability) dan perdamaian (peace), (Shiva, 2005:1-8). Ada sepuluh (10) prinsip demokrasi bumi yang Shiva tawarkan dalam bukunya sebagai salah upaya menyelamatkan ‘terra mater’ (dewi bumi)
Pertama, semua speseis, bangsa dan budaya mempunyai nilai intriksik. Artinya bahwa semua mahkluk yang ada di dunia ini memiliki integritas (integrity), pengetahuan atau kecerdasan (intelligence) dan identitas (identity), sehingga dengan demikian mereka bukan objek kepemilikan (ownership), manipulasi (manipulation), ekploitasi (exploitation) dan penyalahgunaan (disposability). Jadi, tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengalienasikan integritas, intelektualitas dan identitas yang ada. Ia tidak punyak hak untuk mengklaim dirinya lebih daripada entitas-entitas identitas yang lain, (Shiva, 2005: 8).
Kedua, masyarakat bumi adalah demokrasi seluruh kehidupan. Kita adalah satu keluarga dalam bumi, ada interkonetivitas antara satu sama lain, kita punya sumbangsih yang berharga dalam proses kehidupan ini, sehingga satu sama lain saling membutuhkan sebagai satu koneksi dalam kosmos. Jadi, tidak ada seorang pun yang berhak untuk mengotak-atikkan ritme kehidupan ini sesuka hatinya, apalagi melalui kekerasan, (Shiva, 2005:8).
Ketiga, keanekaragaman alam dan budaya harus dipertahankan. Keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya tidak pernah habis dan selesai pada dirinya, ia selalu bersiklus. Keduanya adalah sumber niai, kekuatan dan kekayaan yang penting bagi keberlangsungan kehidupan ini. Sehingga panggilan untuk menjaga dan melestarikkannya adalah berlaku bagi semua. Itu berarti sekecil apapun upaya untuk menihilkannya dari peredaran dan peradaban kehidupan merupakan suatu tindakan tidak terpuji dan terkutuk sepanjang masa, (Shiva, 2005: 8).
Keempat, semua makhluk hidup memiliki hak alami untuk bertahan hidup. Secara alamiah semua yang hidup mempunyai kecenderungan untuk tetap dan terus hidup, tidak ada makhluk hidup yang mau hidup untuk mati, artinya setiap dan semua makhluk hidup, tak terkecuali manusia mempunyai insting atau naluri bawah sadar untuk mempertahankan diri, mempertahankan hidup. Ini adalah sesuatu yang terberikan di habitat kehidupan. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup adalah sesuatu yang terberi, ia bukan hasil suplai dari pihak luar atau pihak lain, apalagi dari koorporasi. Sehingga memastikan bahwa semua makhluk hidup bebas untuk bertahan hidup di ruang kehidupan ini adalah sesuatu yang alamiah, niscaya, tidak ada pihak manapun yang mempunyai hak mencabut nyawa sesame yang hidupnya, (Shiva, 2005: 9).
Kelima, demokrasi bumi didasarkan pada ekonomi kehidupan dan demokrasi ekonomi. Dasar demokrasi bumi bukan ekonomi bisnis, ekonomi industry, melainkan ekonomi kehidupan, yaitu bagaimana agar kehidupan terus berlanjut tanpa hentin, manusia dan alam tidak cepat punah, melainkan mengalami kehidupan yang sedikit panjang. Demokrasi alam juga tidak menampik adanya demokrasi ekonomi, artinya orang bebas melangkah dalam alam, namun selalu kehidupan berkelanjutan yang mereka utamakan, (Shiva, 2005: 9).
Keenam, ekonomi yang hidup dibangun atas dasar ekonomi lokal. Konservasi sumber daya dan kreasi untuk keberlanjutan ada di level lokal, itu sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, bahkan mata pencaharian. Sehingga aspek lokalitas dalam kehidupan sosial dan ekonomi menjadi tak tergantikan. Ekonomi yang sehat itu adalah ekonomi yang tidak terkabur wawasan lokal, tapi juga bernafas pada kearifan-kearifan lokal di mana aktivitas itu berlangsung. Mengaibaikan konteks dan konsep ekonomi lokal hanya akan membuat ekonomi itu tidak hidup, mati. Ketika ekonomi bercorak kematian atau berdaya mematikan, maka benih-benih kehidupan akan mustahil mekar, (Shiva, 2005: 9).
Ketujuh, demokrasi bumi adalah demokrasi yang hidup. Bagi Shiva, demokrasi bumi adalah demokrasi yang menghidupkan, bukan saja manusia melainkan alam ciptaan lainnya juga. Ia tidak mengalienasikan satu entitas makhluk hidup mana pun. Ia berpihak pada yang hidup dan kehidupan, ini berbeda dengan demokrasi arus utama yang kadang melegalkan praktik-praktik yang tidak memberikan tempat istimewa pada kehidupan, melainkan menggali kuburan massal bagi spesies-spesies alam, (Shiva, 2005: 9).
Kedelapan, demokrasi bumi didasarkan pada budaya yang hidup. Budaya kehidupan, misalnya keadilan dan perdamaian mestinya menjadi jiwa bagi demokrasi. Demokrasi alam atau demokrasi bumi memastikan keadilan dan perdamaian, juga keberlanjutan menjadi tiga pilar yang mengokohkannya. Budaya kematian, seperti kekerasan, pengrusakkan, dan lainnya sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam demokrasi kehidupan, (Shiva, 2005: 10).
Kesembilan, budaya hidup menyehatkan kehidupan. Budaya hidup, yang di dalamnya ada keadilan, perdamaian dan keberlanjutan mampu membuat kehidupan, terutama ekonomi akan jauh lebih sehat dan berkualitas. Tidak ekslusi-ekslusi dalam inkulsivitas kehidupan. Menolak budaya mati dan mengjungjun budaya sudah seharusnya menjadi imperative moral semua makhluk hidup, terutama manusia dari dunia mana pun, (Shiva, 2005: 10).
Kesepuluh, demokrasi bumi menglobalkan perdamaian, kepedulian dan kasih sayang. Dengan membumikan demokrasi bumi, secara tidak langsung kita sedang menanam benih-benih asli dan subur milik kehidupan, seperti perdamaian, kepeduliaan dan kasih sayang. Buah-buah dari benih-benih tersebut teramat manis, ia menyehatkan tubuh kehidupan yang rapuh dan latah. Ia memberi daya dan inspirasi baru untuk terus menjaga kehidupan ini tetapi hidup, tidak mengalami kematian dini yang tidak perlu, (Shiva, 2005: 10).
Demokrasi alam, kata lainnya adalah memberikan hak kepada masyarakat lokal untuk mengelolah sumber daya alam mereka sendiri. Demokrasi alam penting untuk membangun dunia yang adil dan berkelanjutan. Dengan memberikan hak kontrol atas sumber daya alam kepada masyarakat lokal (bukan industr), kita dapat melindungi lingkungan, masyarakat lokal memiliki motivasi kuat untuk melindungi lingkungan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Demokrasi alam juga mampu memperkuat ketahanan pangan. Sistem pangan lokal yang berbasis pada pertanian berkelanjutan lebih tahan terhadap perubahan iklim dan krisis ekonomi. Selain itu demokrasi alam dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat lokal dapat memperoleh manfaat ekonomi dan sosial dari pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi alam, kita mampu membangun masa depan yang lebih baik untuk semua makhluk ciptaan, bukan saja bagi manusia.
Vandana Shiva, sebagai seorang aktivis lingkungan hidup yang terkemuka dan ilmuwan India ternama, ia mengkritik eksploitasi yang dilakukan oleh perusahan multinasional dan mendorong demokrasi alam sebagai solusi. Pemikirannya dipengaruhi oleh kearifan lokal masyarakat India, yang menekankan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Shiwa percaya bahwa keputusan tentang sumber daya alam harus diambil oleh masyarakat lokal, bukan oleh pemerintah atau korporasi. Shiwa mengkritik model pembangunan ekonomi barat yang berfokus pada pertumbuhan tanpa batas dan konsumsi berlebihan. Bagi Shiva, model ini merusak lingkungan dan menyebabkan ketidakadilan sosial.
Ada beberapa titik penting dalam pemikiran Vandana Shiva, yaitu demokrasi alam, yakni memberikan hak kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya alam mereka sendiri; keadilan lingkungan, yaitu memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang adil terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang sehat; keberlanjutan, yaitu mempromosikan model pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan; kearifan lokal, yaitu mengakui dan menghargai pengetahuan tradisional dan budaya lokal dalam konteks pengelolaan lingkungan; kritik terhadap teknologi, yaitu menentang penggunaan teknologi yang merusak lingkungan dan menguntungkan segelintir orang. Pemikiran Vandana Shiva telah memberikan kontribusi penting dalam gerakan lingkungan global dan menginspirasi banyak aktivis dan pemikir untuk memperjuangkan keadilan lingkungan dan demokrasi alam.
Inti perjuangan Vandana Shiva adalah memperjuangkan keadilan lingkungan dan kedaulatan pangan. Ia mengkritik model pembangunan barat yang eksploitatif dan mendorong masyarakat untuk kembali kepada kearifan lokal dan sistem pangan tradisional. Pertama, Shiva menentang GMO dan monokultur. Ia mengkritik pengunaan GMO dan sistem monokultur yang dianggap merusak keanekaragaman hayati dan mengancam kedaulatan pangan. Kedua, Shiva mendukung pertanian organik. Shiva mendorong pengunaan metode pertanian organik sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ketiga, memperjuangkan kedaulatan pangan. Shiva percaya bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengendalikan sistem pangan mereka sendiri dan mengakses makanan yang sehat dan berkelanjutan.
Keempat, Shiva menentang biopiracy. Ia menulis satu buku untuk topik ini dengan judul ‘Biopiracy: The Plunder of Nature Knowledge’ (1999). Dalam bukunya, Shiva menentang upaya perusahan multinasional untuk mematenkan tanaman dan sumber daya tradisional, yang dianggap sebagai bentuk pencurian dan eksploitasi. Shiva megambil contoh hegemoni ibukota utara atau wilayah utara atas wilayah selatan yang mengalami koloni baru berupa penjajahan, pengikisan dan pencemaran biologis dan sumber daya; tanah, hutan, laut dan atmosfer, (Shiva, 1999: 3). Kelima, memperjuangkan hak-hak perempuan. Shiva melihat hubungan erat antara penindasan perempuan dan perusakan lingkungan. Ia memperjuangkan hak-hak perempuan dan peran mereka dalam pengelolaan sumber daya alam. Bersambung. (*)
)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, Abepura-Papua.