20 Juni 2025

DETIK PAPUA

Berita Papua Terkini

(Menuju Gereja Sinodal yang Berwajah Kaum Pinggiran: Membaca Juan Carlos Scannone dan Paus Fransiskus)

*Siorus Ewainaibi Degei

Tulisan ini adalah sebuah refleksi teologi kontekstual yang berupaya memperkenalkan konsep teologi dan pendekatakan pastoral Paus Fransiskus (1936-2025) yang banyak diinspirasi oleh gurunya, Pastor Juan Carlos Scannone SJ (1931-2019) melalui konsep teologis yang ia beri nama teologi rakyat (teología del pueblo-tehology of the people). Teologi rakyat atau teologi umat sendiri bersumber dari budaya kerohanian rakyat yang populer. Ia tidak berpusat pada suatu pengandaian teoritis tertentu, misalnya analisis marxisme pada teologi pembebasan, melainkan bersandar pada realitas konkret kehidupan rohani rakyat yang bersifat publik. Teologi rakyat Scannone inilah yang dapat kita cium dalam diri Paus Fransiskus selama masa kepausannya (2013-2025).

Pendahuluan

Menulis teologi tentang Amerika Latin atau tentang teolog-teolog Amerika Latin, kita akan selalu menjumpai realitas teologi pembebasan yang mengakar kuat di sana. Amerika Latin dalam kacamata teologi untuk itu selalu identic dengan khasana liberalisasi filsafat dan teologi. Kaum religius di sana, memiliki ciri khas seperti kaum terpinggirkan pada umumnya, yakni miskin, taat, sederhana, rendah hati, pecinta keadilan, pejuang perdamaian, dan penganut paham teologi pembebasan tulen. Sekalipun seseorang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, namun ketika ia sudah lama hidup di salah satu wilayah Amerika Latin, maka corak-corak mental dan karakter khas teologi pembebasan akan nampak dalam kehidupannya. Kita ambil contoh Kardinal Robert Francis Prevost, OSA yang selama 20 tahun menjadi misionaris di Peru, Amerika Latin. Kardinal Prevost adalah orang Amerika Serikat, namun karena pengalaman yang lama bersama orang-orang miskin di Peru, ia menjadi seorang penganut teologi pembebasan tulen. Ia tidak sama dengan perangai imam-imam atau kaum religius pada umumnya yang berasal dari Amerika Serikat dan atau kota-kota besar, seperti Prancis, Jerman, Italia, dan lainnya. Kardinal Prevost yang kini menjadi Paus Leo XIV itu akan menampilkan wajah teologi pembebasan dalam seluruh karya pelayanannya sebagai Paus.

Dari realitas teologi pembebasan yang kuat dan kental di Amerika Latin, tulisan ini akan berfokus pada tema teologi rakyat (teologia del pueblo) dari seorang imam yesuit, filsuf, dan teolog raksasa asal Buenos Aires, Argentina bernama Pastor Juan Carlos Enrique Scannone Sj (1931-2019). Sumber yang penulis gunakan bukunya yang berjudul ‘Theology of the People: The Pastoral and Theoloical Roots of Pope Francis’ (2021) dan buku-buku serta tulisan-tulisan senyawa lainnya yang membahas teologi rakyat dari Juan Carlos Scannone dan Paus Fransiskus. Scannone, seorang Yesuit, bapa teologi pembebasan Argentina, dan perintis teologi rakyat. Juan Carlos Scannone adalah seorang imam Jesuit yang tersohor di Argentina. Ia menjadi bapa teologi rakyat Amerika Latin. Teologi rakyat adalah suatu refleksi teologi yang lahir dan hadir bersama rakyat, kerarifannya, dan kesalehan populernya, bukan saja umat beriman. Scannone, bukan seorang pemikir dan teolog yang melangit, yang berdenyut pada teori-teori spekulatif. Scannone meleburkan ilmunya dalam kehidupan umatnya, rakyatnya. Ia paham masalah-masalah Gereja universal. Ia mendasarkan refleksi teologisnya pada filsafat inkulturasi (filosofia inculturada), (Recanati, 2019: 9-11).

Scannone mengembangkan suatu refleksi teologi pembebasan yang relatif berbeda dengan teologi pembebasan yang banyak berkembang di Amerika Latin, dan benua-benua dunia ketiga lainnya. Ia bertolak dari option for the poor (keberpihakan pada kaum miskin) ke option for the peoples (rakyat/umat). Teologi rakyat Scannone teramat khas Argentina, ini teologi yang lahir dari realitas kesalehan populer dan budaya lokal di Argentina. Teologi rakyat tidak bersifat teoritis, ia lebih praksis, ia lahir dan hadir bersama rakyat. Rakyat di sini merujuk pada suatu komunitas masyarakat dan orang-orang miskin. Di Argentina rakyat itu orang-orang miskin yang membutuhkan, mereka selalu berkumpul, membentuk komunitas dan memperjuangkan keberadaannya secara bermartabat melalui budaya-budaya populer yang ada, budaya populer yang ada di Argentina salah satunya adalah penghargaan dan penghormatan kepada Bunda Maria melalui doa novena atau devosi. Selain itu ada banyak jenis doa-doa yang dikembangkan oleh umat kecil di Argentina. Scannone melihat situasi dan kondisi penghayatan iman umat kecil ini sebagai locus refleksi teologi pembebasannya yang ia namakan teologi rakyat, (https://www.laciviltacattolica.com/juan-carlos-scannone-and-the-theology-of-the-people/).

Tulisan ini akan memperkenalkan siapa itu Juan Carlos Scannone SJ (1931-2019)? Bagaiamana konsep Scannone tentang teologi rakyat? Sejauhmana Scannone dan Paus Fransiskus saling mempengaruhi? Dan sedikit relevansi teologi rakyat dalam model teologi kontekstual Bevans khususnya model transendental dan relevansinya bagi Papua, khususnya semangat Gereja Sinodal.

Mengenal Scannone

Juan Carlos Scannone, Sj (2 September 1931 – 27 November 2019) adalah seorang imam Yesuit dan teolog asal Argentina yang sangat berpengaruh, khususnya dalam pengembangan Teologi Rakyat (Teología del Pueblo).  Ia bergabung dengan Serikat Yesus (Society of Jesus) pada tahun 1949 dan memulai karier akademisnya pada tahun 1956 setelah berhasil menyelesaikan studi filsafat di Fakultas Filsafat dan Teologi San Miguel, Argentina. Ia berhasil memperoleh gelar doktoralnya di Insbruck, Autria. Ia tumbuh dalam didikan Karl Rahner (1904-1984), seorang teolog besar abad 21 asal Jerman. Ia menulis disertasi tentang Maurice Blondel (1861-1949), seorang filsuf Prancis sekaligus filsuf Katolik raksasa abad 20, yang ia pertahankan di Ludwig Maximilian Munich di Jerman. Dengan latar belakang dua gelar doktor di bidang teologi dan filsafat dari Eropa, Scannone tentunya merupakan pemikir awal-awal yang terdaftar sebagai bapa filsafat dan teologi pembebesan Amerika Latin, khususnya Argentina. Scannone pulang kampung, di Buenos Aires, Argentina, ia menjadi pengajar yang inspiratif.  Sejak 1967 Scannone mengajar di Colegio Maximo San Miguel pada fakultas filsafat dan teologi Provinsi Jesuit Argentina.

Scannone meninggal pada 27 November 2019, di San Miguel, Provinsi Buenos Aires, di usia 88 tahun. Ia dikenal sebagai filsuf, teolog, bapa teologi pembebasan, dan pelopor teologi rakyat. Scannone juga terkenal sebagai guru Paus Fransiskus. Ia orang asli Argentina, lahir dari seorang ibu janda dan hidup di Jalan Corrientes di seberang Gedung Opera. Ia belajar di Eropa dan tumbuh dalam didikan Karl Rahner, Max Muller, dan Paul Ricoeur. Kemudian berbekal pengetahuan yang luas, ia mulai meracik refleksi teologinya sendiri berdasarkan konteks negeri dan bangsanya, Argentina. Selain mengandalkan filsafat dan teologi, satu hal yang menjadi penemuannya di lapangan, adalah budaya populer. Jika kita sandingkan lagi dengan model teologi Bevans, maka Scannone juga menggunakan model antropologi, karena teologinya bertolak dari masyarakat dan budayanya, (Bevans, 2002:96). Budaya populer menjadi jembatan untuk mengawinkan filsafat dan teologi agar keduanya masuk dalam realitas kehidupan umat kecil. Scannone menerjemahkan karya dua filsuf besar Argentina sebelumnya, yakni Lucio Gera dan Rodolfo Kusch, ini berarti juga bahwa Scannone menggunakan model terjemahan, (Bevans, 2002:63), karena ada banyak teks-teks kunci dari teolog-teolog sebelumnya yang ia terjemahkan dan pelajari.

Realitas konkret rakyat-umat kecil menjadi titik tolak studi Scannone. Sebagai imam, injil adalah kekuatan dan sumber insipirasi yang memerciki cahaya kebijaksanaan kepadanya. Sebagai seorang teolog, ia terkenal dengan rumusan pertanyaan yang ia gaungkan, yakni ‘Di mana Tuhan saat ini?’ Menurut, Tuhan ada bersama dengan mereka yang terpinggirkan, maka jika Gereja mau bertemu Tuhan, Gereja harus keluar dari Istananya, masuk ke dalam dunia kaum miskin.

Scannone tidak sendirian, teologi pembebasan adalah sebuah gagasan teologi besar, tapi lebih daripada sekedar ide, teologi pembebasan itu sebuah praksis hidup, ia sebuah gerakan yang besar. Dalam hal ini, Scannone tentu tidak sendirian memperjuangkan teologi pembebasan, terutama teologi rakyatnya. Ia selalu berjalan dan berjuang bersama rekan-rekannya di level global, semisal Emmanuel Levinas (1906-1995), Enrique Dussel (1934-2023), Jean-Luc Marion, Hugo Rahner (1900-1968), dan Jean Ladriere (1921-2007).  Teologi pembebasan, juga ia wartakan dan kembangkan bersama dengan teolog-teolog pembebas kala itu, seperti Gustavo Gutiérrez (1928-2024), Peter Hunermann, Helder Cámara (1909-1999), Ignacio Ellacuría (1930-1989), Pedro Trigo, Juan Hernández Pico, dan Víctor Codina (1931-2023). Dia bekerja di Argentina bersama Lucio Gera, Amelia Podetti, Dina Picotti, Alberto Methol Ferre, Ricardo Ferrara, Roberto Walton, Carlos Cullen, Rodolfo Kusch, Mario Casalla, dan Miguel Ángel Fiorito.

Scannone mendapatkan dua gelar doktor honoris causa dari dua universitas berbeda, yakni dari Universitas Katolik Cordoba di Argentina dan dari Universitas Sofia di Italia. Ia juga sebanyak dua kali menjabat sebagai dekan Fakultas Filsafat USAL dan prosefor emeritus di sana. Scannone senantiasa berkesempatan tampil sebagai professor tamu pada Universitas Kepausan Gregoriana di Roma dan di universitas-universitas Frankfurt, Salzburg, Wina, Meksiko, Cile, Munich, dan Brussel.

Dalam setiap kali penampilan di podium internasional, tidak lupa Scannone selalu mempromosikan filsafat dan teologi Amerika Latin secara bergengsi.  Hal ini terbukti dengan hadirnya beliau sebagai anggota pada Kelompok Farell, Kelompok CLASCO tentang Teologi, Etika dan Politik, Kelompok Budaya Populer Fakultas Teologi Villa Devoto, dan Kelompok Antropologi Trinitarian CELAM.

 

Ia tangguh, pantang mundur. Ia jelas dan jernih dalam berpikir dan bekerja secara total. Ia tenang, rendah hati, sekalipun terkenal mapan dalam ilmu. Ia bisa berbicara tentang semua topik, tampil dingin dalam debat-debat panas. Ia juga terkenal dekat dengan para muridnya, mereka adalah sahabatnya. Selalu ia sempatkan waktu untuk mengikuti ceramah-ceramah yang mereka berikan. Ia dengan begitu adalah seorang pecinta kader dan mewarisi semangat regenerasi pada bidangya. Ingatanya kuat, hampir semua karya para murid yang ia segani akan ia ingat dengan baik. Ia membawa buku catatan untuk mencatat  poin-poin yang ia rasa penting. Ia memiliki daya tangkap yang cepat, setiap stimulus ilmu yang datang dapat ia respons dan resapi dengan cermat dan mudah.

Ia menampilkan teladan ketaatan yang luhur. Ia taat pada Paus Fransiskus dan otoritas Gereja lainnya. Sekalipun dekat dengan Paus, ia tidak sombong, menunjukkan tajinya, justru sebaliknya ia selalu kritis dengan Gereja dan hirarkisnya. Ia menganjurkan pemahaman situasional yang baik pada otoritas di mana mereka berada, kecapakan mendengarkan keluh kesah umat menjadi poin penekanannya dalam pengajaran teologisnya. Bagi Scannone, kejahatan itu tidak datang dari manusia, melainkan sistem hubungan yang sakit. Mental yang menganggap konflik biasa-biasa saja. Untuk itu, dialog sosial menjadi tema penting Scannone dalam melintasi gurun perbedaan.

Scannone dikenal luas karena kontribusinya yang signifikan terhadap teologi rakyat.  Pendekatannya menekankan pengalaman hidup dan perspektif orang-orang biasa, terutama kaum miskin dan terpinggirkan, dalam membentuk pemahaman teologis.  Ia menentang pendekatan teologis yang bersifat elitis dan menekankan partisipasi aktif komunitas dalam refleksi teologis.  Karya-karyanya menekankan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam menafsirkan iman. Beberapa karya pustakanya antara lain: ‘El trasfondo ontológico de los primeros escritos de Maurice Blondel’ (1968); ‘Teología de la liberación y praxis popular’ (1976); ‘Teología de la liberación y doctrina social de la Iglesia’ (1987); ‘Evangelización, culture y teología’ (1990); ‘Nuevo punto de partida en la filosofía latinoamericana’ (1990); ‘Sabiduría popular y liberación Teología popular en América Latina’ (1992); ‘Religión y Nuevo Pensamiento: Hacia una filosofía de la religión for nuestro time desde América Latina’ (2005); dan, ‘Discernimiento filosófico de la acción y pasion históricas. Planteo para el mundo global dari América Latina’ (2009). 

Jabatan-jabatan sebelumnya, Scannone menjabat sebagai profesor tamu di banyak universitas: Frankfurt, Salzburg, Gregorian (Roma), Iberoamericana (Kota Meksiko), Alberto Hurtado (Santiago, Chili), Hochschule für Philosophie (Munich), Institut Lumen Vitae (Brussels), dan lain-lain. Pastor Scannone adalah anggota Akademi Eropa untuk Sains & Seni dan penasihat Departemen Keadilan & Solidaritas CELAM, Konferensi Episkopal Amerika Latin. Sebagai direktur Kementerian Sosial Keuskupan San Miguel (Buenos Aires Raya) saat ini, ia mendedikasikan akhir pekannya untuk bekerja dengan mereka yang tinggal di lingkungan pinggiran di keuskupan tersebut. Ia adalah anggota Kelompok Interdisipliner Gerardo Farrell yang meneliti ajaran sosial Katolik (6 buku bersama) dan juga anggota Tim Refleksi Filosofis Jesuit Amerika Latin (10 buku bersama). Ia menulis 8 buku sendiri, menyunting dan ikut menulis 18 buku lainnya, dan menerbitkan lebih dari 150 artikel tentang filsafat, teologi, dan ajaran sosial, (https://www.vaticannews.va/fr/eglise/news/2019-11/deces-juan-carlos-scannone-jesuite-argentine.html). Bersambung (*)

)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Abepura, Papua.

Loading

Facebook Comments Box