
DETIKPAPUA. COM : Berbicara soal Pengelolaan Kehutanan maka, kita akan bicara tentang hasil hutan kayu, Hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dilihat belum ada niat memberikan kewenangan seluasnya untuk pengelolaan kehutanan.
” Hal itu terjadi karena kurang memahami UU Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua maupun turunannya, yakni Perdasus Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pembangunan Hutan Berkelanjutan dan Pergub Nomor 13 Tahun 2010, terkait dengan ijin hasil hutan kayu masyarakat hukum adat, bila dilihat dari penyanpaian-penyampaian Sekjen KLHK dan Dirjen Gakkum KLHK dalam beberapa kali pertemuan,”hal itu dikatakan Anggota DPR Papua John NR Gobai kepada Detikpapua.com , Jumat, (26/7/24).
Dirinya simpulkan bahwa KLHK sesungguhnya tidak melihat Otsus sebagai sesuatu yang special.
“Saya lihat perjuangan Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) untuk Perdasus Papua itu butuh campur tangan presiden yaitu NSPK terhadap Perdasus 21 tahun 2008 dan Pergub nomor 13 tahun 2010,terkait ijin hasil hutan kayu masyarakat hukum adat,”ujar Gobai.
Lanjut, selama ini kayu yang ditebang oleh masyarakat dan diusahakan atau dijual masyarakat dan pelaku-pelaku usaha non Papua yang ada di Papua, karena kayu-kayu itu ada kayu yang berasal dari hasil tebangan masyarakat yang harus dipayungi kegiatannya oleh pemerintah.
Jenis Pengelolaan kehutanan
Kata dia, Pengelolaan kehutanan terdiri dari
Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan Hasil hutan kayu terkait dengan pengelolaan berbagai jenis kayu.
Hasil hutan bukan kayu merupakan hasil hasil hutan bukan kayu antara lain sagu, madu, karet,dll. Sementara Jasa lingkungan antara lain Danau dalam kawasan hutan, bird watching, view, sumber air, perlindungan satwa lindung seperti Cendrawasih serta Mangrove,dll.
Pengelola Kehutanan
Pengelola kehutanan di Papua Hasil Hutan Kayu, Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan, ada yang mempunyai ijin namun ada juga yang belum mempunyai ijin. Pengelola hutan antara lain perorangan dan kelompok, ada juga penggesek kayu, ada pemilik sawmil, ada pemilik ijin IUPHHK, Ijin lain dan IUPHHBK.
Untuk yang mempunyai ijin tentu perlu bantuan pemerintah agar mereka mempunya ijin.
Kewenangan Provinsi.
Kewenangan Kehutanan telah berpindah dari kabupaten ke provinsi harus ada langkah-langkah yang pro-aktif, langkah-langkah yang reaktif.
Penantian Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) di bidang kehutanan Papua ini, ibarat penantian tak pasti dan ini sudah lebih delapan tahun. Akibatnya, semua jadi abu-abu, yang jelas hanya HPH saja di Papua.Untuk itu, Pemprov Papua perlu segera mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan rakyatnya yang kayu-kayunya itu disebut ilegal dan saat ini lagi ditahan di Makassar dan Surabaya.
Jadi apakah kita terus mau menanti NSPK? yang penantiannya ibarat penantian tak pasti atau mau mengambil langkah berdasarkan PP 106 tahun 2021, Permen LHK tentang Perhutanan Sosial dan hutan adat.
Jika dalam regulasi PP 106 tahun 2021 dan Permen LHK Permen HLK Nomor P.83 MenKLHK/SETJEN/KIM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial dan Permen.LHK tentang Hutan Adat, telah memberikan peluang bagi rakyat dan juga dapat memberikan kewenangan kepada Pemprov Papua dengan Peraturan Gubernur untuk skema, Hutan Kampung, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat untuk membuat regulasi baru tentang Pengelolaan kehutanan, ijinnya harus diberikan kepada Masyarakat Adat Papua khususnya Pemilik Tanah, kemudian setelah ada Ijin Ijinnya maka dibangun Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Olahan (TPTKO)-nya,sesuai dengan Permen LHK No 42/MenLHK/Setjen/2015,.
Sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 kewenangan Propinsi adalah melakukan pengelolaan hasil hutan kayu <6000 M Kubik/Tahun, menurut saya orang papua dapat melakukan ini, sehingga perlu dibuat dengan sebuah regulasi baru yang tentu belum diatur didalam Perdasus No 21 Tahun 2008.
Menurutnya, ada beberapa langkah, pertama, mengambil keputusan apakah terus menunggu NSPK atau membuat Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua, sesuai dengan kewenangan dlm UU No 23 tahun 2014,PP 106 tahun 2021, Permen LHK.
“Menurut saya akan lebih baik mendorong Raperdasi Papua tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua, agar ada payung hukum untuk kayu kayu masyarakat papua agar dapat dijual dengan legal dan dikirim keluar papua dan juga kita harus bangun sebuah kawasan industry kayu di Papua,”jelasnya.
“untuk itu sesuai dengan hak legislasi anggota DPR Papua, DPR Papua telah membuat Naskah Akademik dan Raperdasi Pengelolaan Kehutanan di Papua, sebagai Raperdasi inisiatif DPR Papua, sudah masuk dalam PROPEMPERDA tahun 2024, tinggal menunggu kapan dibahas bersama antara DPRP dan Pemda disisa masa jabatan ini, kapan?,”tanya Gobai.