
(Tinjauan refleksi Teologi Penderitaan)
Oleh: Lewi Pabika
Pada prinsipnya penderitaan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dalam konsep penderitaan terdapat dua jenis penderitaan yaitu penderitaan buatan dan penderitaan alami. Mikael H. Aud dalam artikelnya menjelaskan penderitaan buatan dan alami tersebut dengan judul “Wajah Allah Terbunuh di Papua” pada 2024. Aud menjelaskan bahwa penderitaan buatan meruapan bukan penderitaan alamiah. Dan sebaliknya bahwa penderitaan alamiah bukan bagian dari penderitaan buatan (bdk. https://www.thejournalpapua.com/tanah-papua/wajah-allah-yang-terbunuh-di-papua-iii).
Penderitaan buatan adalah penderitaan yang diciptakan oleh manusia Seperti penjajahan, penindasan, indimidasi, rasisme, pemerkosaan, penghinaan, pembunuhan dan lain sebagainya. Penderitaan semacam ini merupakan tindakan atau kehendak bebas manusia yang sengaja di buat untuk orang lain. Penderitaan ini dalam filsafat moral disebutukan sebagai kejahatan moral dan dalam hukum disebutkan sebagai pelanggaran HAM. Atau dalam teologi disebutkan sebagai dosa manusia. Sementara penderitaan alamiah merupakan penderitaan yang melekat atau lahir dari dalam diri manusia tersebut. Misalnya, sakit kepala, sakit gigi, sakit ginjal, putus cinta dan lain sebagainya.
Dari kedua konsep penderitaan ini, kami lebih focus pada penderitaan buatan. Penderitaan buatan yang dialami oleh manusia Papua merupakan kehendak Allah atau manusia? itulah pertanyaan mendasar dari tema Penderitaan Orang Papua Bukan Kehendak Allah (The Suffering of Papuans is not God’s will).
Penderitaan: Buatan Allah atau Manusia?
Dasar teologi biblis menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan semua itu baik adanya (Kej.1:25). Konsep dasar biblis ini dapat menyimpulkan satu pertanyaan kecil, jika Tuhan menciptakan semua itu baik adanya, darimana munculnya penderitaan? dan bagaimana penderitaan itu dialami? Dalam tulisan ini, hemat kami adalah penderitaan muncul karena adanya kebebasan manusia. Yang jelas sumber dari kebebasan manusia adalah Tuhan. Artinya bahwa setelah Tuhan menciptakan seuruh kosmos (flora-fauna) termasuk manusia pertama dapat memberikan nilai kebebasan sebagai fondasi guna menjalani kehidupan. Namun, tindakan yang dibuat oleh makluk ciptaan (makluk ‘ular’ dan ‘manusia’) yang berlandaskan pada kebebasan tersebut melampaui kehendak Tuhan. Tuhan memberikan kebebasan supaya makluk ciptaan dapat menjalani ‘beraktivitas’ secara bebas tanpa ada ikatan. Namun, kebebasan yang tidak terkontrol itu menghantarkan manusia pada kejatuhan ke dalam penderitaan ‘dosa’. Dengan demikian, yang memunculkan penderitaan adalah ciptaan ‘manusia’ bukan pencipta ‘Tuhan’.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/18/menyoroti-perampasan-tanah-adat-di-west-papua/
Kita bisa lihat melalui beberapa refrensi yang teruma dari Kitab Suci perjanjilan lama maupun perjanjian baru bahwa apakah penderitaan diciptakan oleh Tuhan atau manusia? Hampir 75 % Kitab Suci perjanjian lama maupun baru berbicara tentang penderitaan. Kami disini menyimpulkan dua penderitaan pokok. Yaitu pertama, penderitaan akibat dari kehendak bebas manusia yang melahirkan dosa. Secara inplisit sebagai contoh adalah cerita tentang pasangan manusia pertama berdosa dengan menuruti godaan setan (Kejadian 2). Akibatnya, Allah memberikan hukuman sebagai konsekuwensi yang sebagaimana tertulis dalam Kej. 3:14-19, digambarkan bahwa Adam harus bekerja keras dan Hawa akan kesakitan pada waktu melahirkan, sebagai hukuman atas dosa mereka. Kemudian lama kelamahan manusia semakin banyak sehingga memunculkan kejahatan (Kej. 6). Kejahatan tersebut menyimbulkan banyak penderitaan. Demikian juga umat Israel yang menderita dibawa kekuasaan Firaun sebagai raja Mesir (Kel. 1). Allah pun mengakui demikian; “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir” (Kel. 2: 7a). Sehingga Allah mendatangkan sepuluh tanda sebagai konsekuwensi dari tindakan Firaun bersama timnya tersebut (Kel. 7: 14; 8-11).
Dan yang kedua, penderitaan partisipasi. Penderitaan partisipasi ini muncul karena adanya penderitaan pertama diatas. Dalam penderitaan partisipasi yang pertama adalah Allah yang ikut menderita. Seperti ungkapan diatas dalam Kel. 2: 7a. Kedua, kehadiran Allah dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Yesus yang adalah anak Allah menjadi manusia (inkarnasi) untuk menderita demi menjalankan misi Allah Bapa-Nya (Luk. 24:26, 46; Kis. 3:18) hanya menyelamatkan dan mendamaikan manusia dari penderitaan. Dan ketiga adalah Allah menjadikan dan memimilih manusia sebagai alat-Nya untuk bersikap partisipatif dalam penderitaan itu sendiri. Seperti para nabi dalam perjanjian lama maupun para rasul dalam perjanjian baru.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/14/wanita-cantik-asal-papua-direbut-kapitalisme/
Dari kedua pendetitaan diatas, kami menarik kesimpulan bahwa pada dasarnya Tuhan tidak menciptakan penderitaan tetapi terlibat dalam penderitaan. Yang menciptakan penderitaan adalah manusia. Manusia menjadi penyebab penderitaan bagi Allah. Allah berpartisipasi dalam penderitaan manusia karena Allah sangat mencitai manusia. Untuk membuktikan cinta itu, Ia mengkorbankan Putra-Nya Yesus Kristus untuk ikut dan mengambil bagian dalam penderitaan yang dibuat atau dilahirkan berdasarkan kehendak bebas manusia tersebut.
Penderitaan Orang Papua
Menurut alm. Dr. Neles Tebai mengakui bahwa penderitaan orang Papua di mulai semenjak 1 mei 1963 hingga hari ini. Kemudian yang menjadi akar persoalan utama adalah peristiwa pengitegrasian West Papua ke dalam pangkuan Negara Indonesia. Menurut pandangan orang Papua sendiri dapat di tuliskan oleh Piet Yobee dalam bukunya “The Happen Slavery Of Hostory In West Papua” (2019), bahwa yang menjadi akar persoalan penderitaan orang Papua adalah bukan masalah kesejatraan, pembangunan dan insfratruktur tetapi status politik dan sejarah pengintegrasian Papua ke dalam wilaya Indonesia melalui PEPERA 1969 yang tidak demokratis (2019: vii). Kemudian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan empat akar penderitaan orang Papua. Yaitu, Pertama, sejarah dan status politik Papua ke dalam wilaya Indonesia; kedua, kekerasan Negara yang menyebabkan pelanggaran HAM; ketiga, marjinalisasi orang asli Papua diatas tanah leluhurnya; dan keempat adalah kegagalan pembangunan.
BACA JUGA: https://www.detikpapua.com/2024/08/06/seksualitas-oap-dan-mama-bumiseksualitas-oap-dan-mama-bumi/
Beberapa akar penderitaan diatas ini, penyebab utamanya adalah adanya Sumber Daya Alam (ADM) di Papua. SDM di Papua menarik perhatian bagi Indonesia dan dunia untuk melakukan tindakan ekspoloitasi alam. Jadi, tindakan integrasi yang tidak demokratis itu hanya karena tujuan ekspolitasi alam. Orang Papua yang adalah pemilik dan penjaga alam Papua berjuang untuk tidak merusak alamnya sendiri. Namun, Indonesia dengan berbagai kekuatan terutama kekuatan militer membumkam suara orang asli Papua dengan moncong senjata milik Negara Indonesia. Perjuangan tersebut dibalas dengan penjajahan, penindasan, pembunuhan, diskriminasi, pemenjaraan, pemerkosaan, rasisme, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Itulah beberapa potret penderitaan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia secara sengaja untuk orang Papua. Jadi, penderitaan orang Papua bukan buatan Allah. (*)
)* Penulis adalah Mahasiswa Aktif Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (SFTF) ‘Fajar Timur’ Abepura Papua.