
Jayapura, Detikpapua. Com-Terkait dengan penembakan terhadap dua Guru di Kabupaten Puncak, dibutuhkan langka-langka kongrit dari pemerintah Pusat dan Daerah
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem dapat menjelaskan bahwa, Kekerasan tidak pernah akan berakhir kalau tidak ada langka-lanagka kongrit yang dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemilik rayat atau sebagai pemimpin Bangsa ini.
Setiap masalah akan berakhir kalau ada kebijakan dari seorang pemimpin apa lagi rayat Papua menghadapi dengan krisis kemanusiaan yang luar biasa, Masyarakat yang merupakan sebagai warga Negara Indonesia, tetapi pemerintah tidak punya hati dan kepedulian terhadap penyelesaian persoalan di Papua inikan sangat aneh menurut Hesegem. Kata Theo Melalui Rilis diterima Media ini (13/4/2021)
Kini sampai hari ini rayat Papua terus mengalami korban entah orang Asli Papua dan warga non Papua mengalami korban dampak dari siklus kekerasan yang terjadi selama ini. Rayat Papua adalah bagian dari warga Negara namun seoertinya tidak punya pemimpinnya dan merasa seperti kehilangan Pemimpinnya.
Menurut saya Presiden Rebuplik Indonesia Ir.Joko Widodo tidak punya niat yang baik untuk menyelesaikan persoalan di Papua melalui dialog yang bermartabat dan berwibawah, tetap sebaliknya, Justru meminta aparat melakukan operasi penegakan hukum, tetapi Presiden Rebuplik Indobesia tidak belajari operasi penegakan hukum yang dilakukan sejak dari tahun 2018.
Pada hal menurut saya Operasi Penegakan hukum, sudah gagal selama operasi berlangsung, artinya kalau kita bicara dari sisi penegakan hukum, pelaku-pelaku yang melanggar hukum ditangkap tetapi, sejak operasi berlangsung aparat tidak berhasil menangkap Egianus Kogoya dan kawan-kawannya hingga sampai hari ini mereka masih bereksis melakukan perlawanan di hutan.
Kekerasan di Papua berawal pada tahun 2018, di Kabupaten Nduga dan kemudian bergeser di Intan Jaya dan Puncak, sehingga siklus kekerasan di Papua mulai meningkat dan sulit untuk dikendalikan oleh siapapun, sekalipun operasi dilakukan oleh aparat, saya pikir pemerintah daerah telah mengetahui kondisi ril, konflik kekerasan di Papua, tetapi tidak ada langka satupun yang dilakukan untuk mengendalikan situasi ini.
Ketidak mampuan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang tidak menangani persoalan konflik Papua. Sehingga Papua telah kehilangan dengan paklawan pendidikan, sehingga, menurut Direktur Yayasan Keadilan dan keutuhan Manusia Papua [pembela Ham Sedunia] telah menyurat kepada Gubernur Papua, pada tanggal 11 April 2021, mendesak kepada pemerintah daerah untuk segera membentuk Tim Indevenden untuk melakukan Investigasi terkait dengan penembakan terhadap kedua Guru di Kabupaten Puncak, pada tanggal 8 April 2021.
PENYELESAIAN KONFLIK DI PAPUA PEMERINRAH DAERAH TIDAK PUNYA TARING.
Menurut Direktur Yayasan Keadilan Dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem bahwa terkait penyelesaian persoalan konflik di Papua, Pemerintah daerah tidak punya taring yang cukup untuk selesaikan persoalan di Papua. Oleh karena itu pemerintah Daerah membentuk tim Invèstigasi atas tertembaknya kedua Guru di Beoga Kabupaten Puncak.
Dan hasil Investigasi kasus penembakan terhadap dua guru di Beoga, Kabupaten Puncak. Dapat dilaporkan dengan resmi oleh Pemerintah daerah kepada pemerintah Pusat, dengan sejumlah rekomendasi, terkait penyelesaian konflik di Papua, Pemerintah Pusat mau terima laporan rekomendasi atau tidak itu persoalan kedua, tetapi dari sisi kemanusiaan pemerintah harus menyampaikan laporan itu.
Sehingga ada langka-langka kongrit yang bisa diambil oleh Pemerintah Pusat, artinya bukan untuk, dilakukan operasi militer, tetapi biar supaya ada langka dialog yang berwibawah dan bermartabat. Karena kalau kita melihat dari kaca mata gelap, setelah penembakan terhadap Dua Guru sebagai paklawan pendidikan nanti akan berdampak buruk, maksud saya pendidikan di daerah pedalaman tidak akan berjalan dengan lancar, dan semua guru yang ada di wilayah pegunungan tengah selalu akan diselimuti dengan rasa takut dan secara fisikologi mereka rasa terganggu juga setelah dua guru ditembak.
Menurut saya bahwa setelah kejadian ini pemerintah harus siapkan format-format baru selain dari Operasi Militer, sehingga dapat selesaikan secara dialogis, untuk mengakhiri Konflik Kekerasan di Papua. Menurut Hesegem persoalan di Papua tidak bisa selesaikan dengan Pendekatan Militerisme. Sebelum ada korban yang lain, Saya harap pemerintah membuka mata dan mencari solusi untuk mengakhiri Konflik siklus kekerasan di Papua dan Papua Barat.
Apa bila Pemerintah Pusat tidak mengambil langka-langka kongrit selain Operasi militer, saya percaya bahwa korban warga sipil masyarakat orang asli Papua dan Warga Non Papua akan mengalami korban. Jelas Pemerhati Ham Theo Hesegem
Sebentara itu, Koordinator Gereja Kingmi Kabupaten Jayawijaya Pdt. Esmon Walilo, mengatakan, sepertinya nyawa kedua guru ini lebih penting, dari pada ribuan nyawa OAP yg telah gugur mendahului kedua alm ini. Lebih adil bila semua kasus pembunuhan di atas tanah Injil ini di ungkapkan. Jujur saya dalam kapasitas saya sebagai pelayan umat sangat perihatin tetapi saya heran mohon maaf bapak sebagai pembela HAM mengusulkan demikian. Lebih adil kita buka semua kasus, jangan kita hanya melihat satu kasus ini. Mohon maaf sy secara pribadi berpikir bapak selaku pembela HAM lebih memahami apa yg bpk usulkan. OPM jg ada tiga kelompok jadi harus jelas. Kelompok mana yg melakukan kekerasan, walaupun berita berkembang di Media ada bahwa ada bertanggung jawab.(Akia)