
*Yermias Edowai
Di tengah hiruk-pikuk cabang olahraga seperti sepak bola dan futsal yang terus mendominasi ruang publik, serta euforia atletik yang telah lama melekat dengan identitas tanah Papua, ada satu cabang olahraga yang belum kunjung mencuat ke permukaan: bola voli. Padahal, Papua menyimpan potensi luar biasa untuk menjadi lumbung atlet voli nasional. Sayangnya, potensi besar itu masih tersembunyi–terjebak dalam sistem pembinaan yang belum mapan, minimnya kompetisi profesional, dan rendahnya perhatian struktural.
Tingginya Minat dan Tarkam sebagai Wadah Awal
Di berbagai wilayah Papua, turnamen antar kampung (tarkam) menjadi semacam napas kehidupan olahraga rakyat. Bola voli adalah salah satu yang paling digemari. Banyak warga yang gemar menonton maupun bermain voli sebagai hiburan sekaligus ajang unjuk kemampuan. Tingginya partisipasi ini bukan hanya mencerminkan kecintaan terhadap olahraga, tetapi juga menjadi bukti kuat bahwa Papua menyimpan sumber daya manusia yang layak dibina menjadi atlet profesional.
Di sinilah letak potensi sesungguhnya. Dari ajang tarkam, muncul bibit-bibit unggul yang semestinya dilatih lebih serius dan sistematis. Semangat masyarakat, baik sebagai penonton maupun penyelenggara, bisa menjadi fondasi untuk membangun ekosistem olahraga yang hidup, sehat, dan berkelanjutan.
Fisik Pemuda Papua dan Tuntutan Voli Modern
Tidak dapat disangkal, pemuda Papua memiliki karakter fisik yang sangat cocok dengan tuntutan bola voli modern: postur tubuh yang tinggi, kekuatan otot yang eksplosif, serta daya tahan dan koordinasi tubuh yang kuat. Keunggulan antropometrik ini sangat ideal untuk posisi middle blocker dan outside hitter–dua peran krusial yang membutuhkan kemampuan lompat dan serangan vertikal tinggi, karakteristik khas orang Melanesia.
Namun realitanya, hingga kini belum banyak atlet voli asal Papua yang mampu menembus panggung nasional secara konsisten. Bukan karena tidak ada bakat, melainkan karena tidak tersedia wadah yang tepat untuk mengembangkan bakat tersebut secara berkelanjutan.
Tanpa Kompetisi, Tak Ada Regenerasi
Dalam dunia olahraga profesional, kompetisi adalah jantung dari pembinaan. Tanpa kompetisi yang terstruktur dan berjenjang, mustahil mencetak atlet berkualitas. Sayangnya, Papua hingga saat ini belum memiliki kalender kompetisi voli yang rutin. Turnamen yang ada bersifat insidental–digelar hanya pada momen-momen tertentu seperti hari besar nasional atau event komunitas.
Situasi ini tentu tidak cukup untuk membentuk mental tanding, konsistensi teknik, apalagi pola permainan strategis. Bandingkan dengan daerah lain seperti di wilayah barat Indonesia, yang telah membangun sistem kompetisi antar sekolah, antar klub, hingga semi-profesional yang berjalan sepanjang tahun. Pola seperti ini melahirkan regenerasi atlet yang sehat dan berkesinambungan. Papua perlu mulai meniru ekosistem tersebut jika ingin menjadikan voli sebagai cabang unggulan seperti halnya sepak bola.
Inrastruktur: Masalah Klasik yang Terus Menghantui
Tantangan besar lainnya adalah keterbatasan infrastruktur. Banyak kabupaten di Papua, terutama di wilayah pedalaman, belum memiliki fasilitas lapangan indoor yang layak. Turnamen tingkat provinsi pun sering terkendala karena tidak adanya venue yang memenuhi standar–baik dari sisi lantai, pencahayaan, maupun fasilitas pendukung lainnya.
Tanpa infrastruktur memadai, kualitas pertandingan akan menurun, risiko cedera meningkat, dan proses adaptasi atlet terhadap standar nasional akan terhambat. Belum lagi masalah logistik, transportasi antar wilayah, serta akomodasi yang kerap menjadi hambatan bagi klub-klub luar yang ingin bertanding di Papua.
Komitmen Kolektif: Kunci Kebangkitan Voli di Papua
Mengangkat voli dari ketertinggalan bukan hanya tugas pelatih atau atlet semata. Dibutuhkan kolaborasi semua pemangku kepentingan: pemerintah daerah, PBVSI, KONI, institusi pendidikan, hingga sektor swasta. Mereka harus melihat voli bukan sebagai kegiatan rekreasi belaka, tetapi sebagai aset strategis dalam pembangunan sumber daya manusia dan identitas olahraga daerah.
Diperlukan investasi jangka panjang–mulai dari pembentukan liga lokal, pelatihan pelatih bersertifikat, penyediaan beasiswa untuk atlet muda, hingga kampanye popularisasi voli di sekolah dan komunitas.
Jika Papua ingin menjadi pusat pembinaan olahraga nasional, bola voli tidak boleh terus dikesampingkan. Ini adalah cabang olahraga yang murah, atraktif, dan memiliki peluang besar untuk meraih prestasi, baik di tingkat nasional (PON) maupun internasional (SEA Games, Asian Games).
Penutup: Hanya Butuh Keseriusan
Papua telah membuktikan diri sebagai tanah lahirnya para juara. Kini saatnya membuka jalan yang sama untuk bola voli. Dengan membangun ekosistem kompetitif yang sehat, membuka ruang seleksi yang adil, serta memfasilitasi anak muda dengan infrastruktur yang layak, Papua bisa menjadi lumbung pemain voli nasional.
Potensi itu ada. Semangat dan spirit itu hidup. Yang dibutuhkan hanyalah satu: keseriusan kolektif untuk mengangkatnya ke permukaan. Bola voli bukan sekadar permainan hiburan. Ia adalah kekuatan besar yang hanya menunggu dipanggil untuk mengharumkan nama daerah dan mencetak atlet profesional. (*)
)* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Cenderawasih, Jayapura – Papua.