
(Berburu Wajah Sang Bunda Ilahi di Pafisik Melanesia)
*Siorus Ewanaibi Degei
Pada bagian pertama kita sudah melihat sejenak tentang empat dogma Maria. Pada bagian kedua ini kita akan membahas dua bagian besar, yaitu beberapa gelar Maria dalam seni dan upaya-upaya konkret dari kepausan dalam rangka mengabadikan harta kekayaan iman terkait gelar-gelar teologis Bunda Maria yang kaya. Selain empat gelar dogma yang sifatnya baku, tetap, dan absolut di atas terdapat juga ragam gelar non dogmatis lainnya, namun cukup kaya secara teologis, misalnya saja julukan “Maria Bintang Laut” (Stella Maris), adalah gelar kuno yang diberikan kepada perawan Maria, untuk menonjolkan peranannya sebagai tanda pengharapan dan bintang pedoman arah bagi umat Kristen. Gelar diprediksi berasal dari Santo Hieronimus dan diikuti oleh Paskasisus Radbertus. Ada juga sapaan, seperti Bunda Welas Asih, julukan berdasarkan tempat penampakkannya, semisal Bunda Maria Loudres dan Bunda Maria Fatima,
Gelar Maria dalam Seni
Bunda Maria juga mendapatkan gelar-gelar teologis khusus yang tidak kalah istimewa dan kaya makna teologisnya dalam beberapa karya seni rupa, seperti lukisan, ukiran dan pantung. Karya-karya mutakhir ini dipersembahkan kepada Bunda Maria sebagai tokoh iman perjanjian baru yang luar biasa tampil sebagai abdi Allah yang tulen. Gelar-gelar teologis dari para seniman ini menampilkan iman mereka kepada Allah melalui Bunda Maria, memang semuanya adalah refleksi personal perupa atau seniman tersebut lintas ruang dan waktu tertentu yang notabene beda konteks dengan jemaat dewasa ini, namun buah-buah nilai teologisnya bisa menambah pundi-pundi setiap jiwa yang berkesempatan menikmati karya-karya tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Berkut ini ada sekitar delapan karya seni dari para perupa ulung sejak abad ke 12 sampai abad ke 20 yang didedikasikan secara spesial kepada Bunda Maria, sebagian sudah hilang, ada yang sudah rusak, sebagian lainnya lagi masih awet, terawatt dan eksis sampai saat ini di beberapa galeri, basilika dan biara.
Baca juga : https://www.detikpapua.com/2024/07/08/mater-orientalis-aurora-i/
Pertama, “Bunda Yang Lemah Lembut” (Eleusa), terdapat dalam lukisan dari abad ke 12, tidak diketahui nama pelukisnya, di sana Maria tampak merapatkan pipinya ke wajah koKanak-Kanak Yesus, peragaan tersebut mencerminkan kelemah-lembutan seorang ibu kepada anaknya. Lukisan tersebut kini berada di Galeri Tretyakov, Moskwa Russia; Kedua, “Petunjuk Jalan” (Hedegetria), pada lukisannya tampak Bunda Maria sedang menggendong Kanak-Kanak Kristus dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menunjuk kepada Kristus “Sang Jalan”; Ketiga, “Takhta Kebijaksanaan” (Sedes Sapientiae), lukisan ini menampilkan gambar Kanak-Kanak Yesus Kristus sebagai “Sang Hikmat” yang sedang bertakhta di pangkuan ibu-Nya; Keempat, “Madonna Gotik”, lukisan ini menggambarkan Bunda Maria yang sedang berdiri dan menggendong Kanak-Kanak Yesus sembari tersenyum manis memukau; oleh kebanyakan peneliti lukisan tersebut mereka anggap sebagai salah satu penggambaran terawal berkenaan dengan sosok bunda Maria yang khas Barat.
Kalima, “Bunda Yang Menyusui”, lukisan ini memperlihatkan penggambaran Bunda Maria yang sedang menyusui Kanak-Kank Yesus, seperti yang terlukis di Katakombe Priskila di Roma, diyakini lukisan ini berasal dari sekitar tahun 250 Masehi, ia adalah salah satu penggambaran Maria yang cukup tertua, lukisan tersebut sempat dilarang untuk digunakan oleh Konsili Trento barangkali karena dianggap terlalu erotis, sehingga jarang sekali dibuat lagi selepas konsili tersebut; Keenam, “Maria Yang Berbelaskasihan” (Mater Misericordiae), lukisan Maria yang digambarkan sebagai sosok wanita agung yang menaungi umat beriman dengan mantel perlindungan; pertama kali muncul pada akhir abad ke 13 di Eropa Tengah dan Italia; biasanya berkaitan dengan monumen-monumen peringatan wabah sampar.
Ketujuh, “Kemuliaan” (Maesta) dan “Perawan Yang Melahirkan Allah” (Virgo Deipara), lukisan ini mempertontonkan Bunda Maria yang sedang bersemayam di atas singgasana sambil menggendong Kanak-Kanak Yesus; dikembangkan dari ikolografi Nikopaya Romawi Timur; Kedelapan, “Kepiluan” (Pieta) atau “Bunda Yang Berduka Cita” (Mater Dolorosa), lukisan Bunda Maria yang satu ini memperlihatkan Maria yang memangku jenazah Yesus, Putra-Nya, yang baru saja diturunkan dari salib; citra semacam ini pertama kali muncul pada abad ke 13 di Jerman dalam bentuk andachtsblid atau ikon devosional yang berkaitan dengan perkabungan; Pieta Italia muncul abad ke 14; Pieta yang dikerjakan Michaleangelo antara tahun 1498 sampai 1499 dianggap sebagi sebuah mahakarya, (https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Gelar-gelar_Maria, Diakses pada 07/07/2023).
Tanggapan Kepaussan tentang Maria
Setelah melihat sejenak ihwal kedudukan Maria dalam tubuh Gereja Katolik meliputi gelar-gelar teologisnya yang sifatnya dogamtis dan nondogmatis. Tentu penting juga kita melihat bagaimana upaya Gereja mengabadikan memori iman kolektif Gereja terhadap andil bunda Maria dalam tata ritus liturgi Gereja yang resmi juga dalam bentuk dokumen-dokumen resmi Gereja yang meletakkan Bunda Maria pada posisi yang sentral sebagai tokoh iman yang raksasa.
Pertama, seusai Petempuran Lepanto tahun 1517, Paus Pius V menetapkan peringatan hari Bunda Kemenangan; Kedua, lukisan Maria yang pertama kali dimakohtai secara resmi oleh pimpinan Gereja universal adalah lukisan La Mondanna della Febbre (Bunda Pelerai Demam) karya Lippo Memmi di Sakaristi Basilika Santo Petrus. Lukisan tersebut dimahkotai Paus Urbanus VIII di hadapan majelis rohaniwan Vatikan pada tanggal 27 Mei 1631; Ketiga, Doktrin Maria Dikandung Tanpa Noda ditetapkan sebagai dogma ketika Paus Pius IX mengeluarkan konstitusi apostolik ineffabillis Deus pada tahun 1854.
Keempat, Paus Pius IX mengeluarkan ensiklik Ad diem illium untuk memperingati lima puluh tahun dogma “Maria Dikandung Tanpa Noda”; Kelima, semasa Perang Dunia I, Paus Benediktus XV menambahkan kalimat “Maria Ratu Damai” kedalam Litani Loreto; Keenam, melalui konstitusi apostolik Munificentissimus Deus, Paus XII secara ex cathedra mempermaklumkan dogma Perawan Berkeberkatan Maria Diangkat Ke Surga.
Ketujuh, pada tahun 1954, Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik Ad Caeli Reginam untuk menjelaskan sifat Maria sebagai Ratu Surga; Kedelapan, pada tahun 1960, Paus Yohanes XXIII menganti nama “Hari Raya Rosario Suci” yang sebelumnya bernama “Hari Raya Bunda Kemenangan” menjadi “Hari Raya Bunda Rosario”; Kesembilan, melalui ensiklik Redemtoris Mater tahun 1987, Paus Paulus II menjelaskan peran Perawan Maria selaku mediatrix; Kesepuluh, dalam rentang waktu beradad-abad, lembaga kepausan berulang kali mengambil langkah mempermaklumkan Maria sebagai “Ratu Polandia” pada tanggal 1 April 1656. Langkah kepausan yang terakhir dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 1 April 2005, sehari menjelang akhir hayatnya. Hari Raya Perawan Maria Yang Amat Suci, Ratu Polandia jatuh setiap tanggal 3 Mei. (*)
)*Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi “Fajar Timur” Abepura-Papua.