
Jayapura,DetikPapua.com-Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua mengunjungi Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP,.MH, Kamis (29/4) lalu.
Kunjungan tersebut membahas sejumlah isu strategis berkaitan dengan rencana Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (selanjutnya disebut UU Otsus Papua).
Berkenaan dengan hal tersebut, Fraksi Partai Demokrat DPR Papua menyampaikan beberapa hal yakni Fraksi Partai Demokrat DPR Papua sepakat untuk menolak pembahasan revisi UU Otsus Papua apabila hanya memiliki concern terhadap 2 (dua) pasal saja, yakni pasal mengenai dana otonomi khusus dan pemekaran wilayah.
Fraksi Partai Demokrat DPR Papua merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk melakukan revisi UU Otsus Papua apabila fokus dan tujuannya terhadap 5 hal berikut:
Kewenangan
Berkenaan dengan kewenangan, FPD DPRP meminta agar selanjutnya dalam rencana revisi UU Otsus Papua memberikan garis tebal mengenai pembagian kewenangan pusat dan daerah. Hal ini dimaksudkan agar kewenangan khusus yang diberikan oleh UU Otsus Papua di kemudian hari lebih jelas secara prinsip dan hal tersebut merupakan bentuk penegasan bahwa sistem pemerintahan NKRI menurut UUD 1945 memang mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus.
Kebijakan
Dalam poin ini, FPD DPRP ingin kembali menekankan bahwa Pemerintah Pusat juga dapat mendukung dan berkolaborasi dalam setiap kebijakan khusus oleh Pemerintah Daerah Papua. Selain itu, hubungan timbal balik juga akan dilakukan serupa oleh seluruh elemen pemerintahan di Provinsi Papua untuk mendukung dan berkolaborasi setiap kebijakan umum dari Pemerintah Pusat. Namun, catatan penting yang harus digarisbawahi ialah agar seluruh kebijakan pusat maupun daerah tidak berlangsung tumpang tindih.
Keuangan
Pada dasarnya Pasal 34 UU Otsus Papua yang telah mengatur secara rigid soal keuangan telah baik adanya. Perdebatan dan ragam argumentasi kerap mewarnai sejumlah pasal krusial, misalnya Pasal 34 ayat (3) huruf C yang mengatur tentang Dana Alokasi Khusus, jika memang Pemerintah Pusat memiliki keinginan untuk melakukan sejumlah perubahan maka kami berpendapat bahwa pedoman yang dipakai tetap melalui UU Otsus Papua ini khususnya yang tertulis dalam Pasal 77 yang menyatakan bahwa usul perubahan atas UU Otsus Papua dapat diajukan oleh rakyat Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah.
Kelembagaan
Pembangunan di Papua sangat dipengaruhi oleh kualitas dan daya setiap lembaga pemerintahan di dalamnya. Untuk itu kami berpendapat bahwa lembaga-lembaga seperti Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) perlu diperkuat dan diberdayakan lebih baik lagi. Selain itu, kelembagaan agar disesuaikan dengan kewenangan dan kebijakan yang dirumuskan sehingga memiliki korelasi yang erat dalam implementasinya.
Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia
Isu terakhir ini merupakan persoalan klasik yang memang tidak kunjung usai. Rentetan peristiwa di bumi Papua yang memakan banyak nyawa oleh akibat pendekatan keamanan yang begitu agresif. Kami mendesak agar revisi UU Otsus Papua juga menyediakan jalan keluar atas persoalan ini, bahwa penghormatan terhadap hak sipil dan politik, penghormatan terhadap hukum serta penghormatan terhadap HAM tidak hanya menjadi kalimat formalitas belaka namun harus ditegakkan dan dijalankan secara adil oleh Pemerintah Pusat.
Berdasarkan penyampaian pendapat oleh Fraksi Partai Demokrat DPR Papua, Gubernur menyatakan sikap setuju atas 2 (dua) poin di atas. Menurut pandangan Gubernur, apabila Pemerintah Pusat dan DPR RI hendak melakukan revisi terhadap UU Otsus Papua maka paradigma yang dibutuhkan tidak hanya terkurung pada isu dana otsus dan pemekaran wilayah semata melainkan soal-soal lainnya seperti menyoal kewenangan, kebijakan, keuangan, kelembagaan serta Politik, Hukum dan HAM. Dengan demikian, marwah dari kata ‘khusus’ yang diberikan kepada Provinsi Papua tersebut akan senantiasa menjadi berkah bagi Rakyat Papua.(Redaksi/*).