
(Sebuah Refleksi)
*Martinus Tenouye
Mahatma Gandhi lahir di Orbandar, pada tanggal 2 Oktober 1869. Dia terlahir sebagai putra seorang politis senior bernama Karamchand. Gandhi hidup di sebuah komunitas Hindu Bania yang terletak di daerah pesisir Gujarat. Pada bulan Mei tahun1883, pada saat itu Gandhi berumur 13 tahun, Gandhi dijodohkan dan menikah dengan Kasturbai Makhanji yang berusia 14 tahun, sesuai dengan hukum adat dan budaya. Ketika Gandhi berumur 15 tahun, putra pertamanya lahir lalu meninggal beberapa hari kemudian. Tidak lama kemudian, ayah Gandhi juga berpulang. Gamdhi memiliki 4 orang anak yaitu Harilal, Manilal, Rmdas, dan Devdas.
Kehidupan Gandhi berakar dalam tradisi agama Hindu yang amat mementingkan pencarian kebenaran secara sungguh-sungguh, yang sangat menghormati kehidupan, cita-cita membebaskan diri dari hawa nafsu, dan kesediaan mengorbankan segala-galanya untuk mendapat pengetahuan mengenai Tuhan dan kebenaran. Sepanjang hidupnya ia senantiasa mencari kebenaran. “Saya hidup dan berjuang serta menyerahkan hidupku untuk mencapai tujuan ini,” demikian dikatakannya.
Suatu kehidupan yang tidak mempunyai akar, yang tidak mempunyai latar belakang yang dalam, adalah suatu kehidupan yang dangkal. Ada sejumlah orang yang berpendapat bahwa jika kita melihat apa yang benar, kita juga akan melakukannya. Tapi tidak demikianlah keadaannya. Walaupun kita mengetahui apa yang benar, tidaklah berarti bahwa kita akan memilih dan melakukan yang benar itu. Kita telah dihinggapi kecenderungan-kecenderungan yang kuat untuk melakukan yang salah dan mengkhianati cahaya dalam diri kita. “Dalam keadaan kita sekarang, menurut ajaran Hindu, kita hanya setengah manusia. Bagian bawah kita masih hewani, hanya dengan mengalahkan naluri naluri bawah kita dengan kasih sayang, kita dapat membunuh sifat hewani dalam diri kita”. Hanya dengan suatu proses mencoba dan belajar dari kesalahan, dengan mawas diri dan disiplin yang kuat, manusia bergerak maju selangkah demi selangkah penuh dengan penderitaan sepanjang jalan kehidupannya menuju cita-citanya.
Baca juga : https://www.detikpapua.com/2024/07/08/mater-orientalis-aurora-iv/
Jika kita percaya kepada Tuhan, tidak hanya dengan kepandaian kita, tetapi dengan seluruh diri kita maka kita akan mencintai seluruh umat manusia tanpa membedakan ras atau kelas, bangsa atau pun agama. kita akan bekerja untuk kesatuan umat manusia. “Semua kegiatan saya bersumber pada cinta kasih saya yang kekal kepada umat manusia. Saya tidak mengenai perbedaan antara kaum keluarga dan orang luar, orang sebangsa dan orang asing, berkulit putih atau berwarna, orang Hindu atau orang India beragama lain, orang Muslim, Parsi, Kristen, atau Yahudi. Saya dapat mengatakan bahwa jiwa saya tidak mampu membuat perbedaan-perbedaan semacam itu ” melalui suatu proses panjang melakukan disiplin keagamaan, saya telah berhenti membenci siapa pun juga selama lebih dari empat puluh tahun ini”. Semua anak manusia bersaudara dan janganlah hendaknya manusia yang satu merasa asing terhadap yang lain. Kebahagiaan semua manusia (sarvodaya) seharusnya menjadi tujuan kita. Tuhan merupakan daya pengikat yang menyatukan semua manusia. Memutuskan ikatan ini walaupun dengan musuh terbesar kita sekalipun berarti merobek-robek Tuhan itu sendiri. Rasa perikemanusiaan, masih terdapat pada orang yang paling jahat sekalipun.
Pandangan ini dengan sendirinya menyebabkan diterima paham pantang melakukan kekerasan sebagai cara yang paling baik untuk mengatasi segala persoalan nasional maupun internasional. Gandhi menegaskan bahwa ia bukanlah seorang tukang mimpi, tetapi sebaliknya seorang idealis praktis. Pantang kekerasan bukanlah dimaksudkan hanya untuk orang suci dan orang baik saja tetapi juga untuk orang biasa. “Pantang kekerasan adalah hukum bagi makhluk manusia. sedangkan kekerasan adalah hukum bagi orang yang kejam. Daya rohani terlena dalam diri manusia kejam itu dan ia tidak mengenai hukum lain selain kekuatan jasmani. martabat manusia menuntut ketaatan terhadap suatu hukum yang lebih tinggi, yaitu kekuatan rohani.
Gandhi adalah orang pertama dalam sejarah manusia yang memperluas prinsip pantang kekerasan ini dari tingkat perorangan ke tingkat social dan politik. Dia memasuki politik dengan tujuan melakukan percobaan atau pantang kekerasan dan telah membuktikan kebenarannya.
Baca juga: https://www.detikpapua.com/2024/07/06/ziarah-ke-tower-biak-berdarah/
Dalam perjuangan kemerdekaan India, ia menghendaki supaya kita memakai cara-cara pantang kekerasan. Perjuangannya untuk merebut kemerdekaan India bukan didasarkan pada kebencian terhadap Inggris. “Kita harus membenci dosanya, tetapi bukan orang yang membuat dosa itu, (membenci dosa itu sendiri dengan cara melakukan puasa kekerasan).
Manusia dan perbuatannya adalah dua hal yang berbeda. Jika perbuatan itu baik akan diterima dengan baik, tapi jika perbuatan itu jahat akan ditentang. Dengan demikian si pelaku perbuatan itu, apakah yang baik atau yang jahat, akan selalu dihormati atau dikasihani sesuai perbuatannya. “Bencilah dosanya, tapi jangan orang yang berbuat dosa ” adalah suatu ajaran yang walau cukup mudah dapat dipahami namun jarang sekali diterapkan orang dan itulah sebabnya maka racun kebencian selalu tersebar luas di muka bumi ini.
Ahimsa merupakan dasar semua pencarian akan kebenaran, menurut Gandhi pencarian itu akan sia-sia belaka, jika tidak didasarkan pada ahimsa. Menentang dan menyerang suatu sistem, kiranya tepat, tetapi menentang dan menyerang penemu sistem itu, adalah sama dengan menentang dan menyerang diri sendiri. Karena kita ini sebenarnya telah dianggap mempunyai kesalahan yang sama sebagai makhluk yang berasal dari Pencipta yang sama. Dengan demikian, kekuatan ilahi dalam diri kita tidak ada batasnya. Mengabaikan satu orang manusia sama dengan mengabaikan kekuatan ilahi tersebut. Jadi sebenarnya merugikan tidak hanya satu orang tersebut melainkan juga merugikan seluruh dunia.
Kekuatan suara hati “Ahimsa”
Dalam pidato Gandhi, ia menyatakan seperti ini; Jika sebuah tindakan itu benar maka kebenaran itu jelas akan diungkap, sebaliknya sebuah tindakan itu salah maka kebenaran itu jelas tidak bisa nampak dalam hidup. Kebenaran yang sesungguhnya berasal dari mengambil sebuah tindakan yang benar. Kebenaran itu akan selalu terjajah dan terjamin oleh banyak orang kalau sebuah tindakan itu berbuat sesuai kebenaran dan sebaliknya. Tindakan selalu menuntun kepada yang benar agar ia dapat berindak sesuai kebenaran. Mahatma Gandhi menganjurkan kepada banyak orang di Afrika selatan dan India negara asalnya, Bahwa tindakan yang benar adalah kebenaran itu sendiri. Hati dan akal budi adalah di mana manusia itu belajar tentang kebenaran. Kebenaran yang lahir dari hati merupakan membawa dampak positif bagi banyak orang dan kebenaran itu dapat bisa rasakan kepada semua orang.
Jika anda mancari kebenaran berarti anda mencari Tuhan sebab Tuhan adalah kebenaran dan kebenaran adalah Tuhan. Menncari kebenaran itu harus lahir dari hati dan akal adalah benar. Dan hati serta akal budi itu merupakan kediaman Allah sehingga apa yang diberitahu oleh hati maka dengarlah dia sebab suara hati adalah benar lalu kebenaran itu merasakan kepada manusia. Gandhi menyatakan bahwa sementara orang mencari kebenaran tetapi orang tidak dominan pada suara hati, lebih baik orang tersebut mundur saja, dari pada membuang-buang waktu dan energi.
Ajaran Gandhi dalam Ahimsa
Yang lebih tepatnya Mahatma Gandhi sudah diajarkan dalam satu folosofinya; yakni Ahimsa, secara harafiah Ahimsa berarti “tidak menyakiti.” Pengertian ini menurut Gandhi adalah bahwa dalam perjuangannya menolak keinginan untuk membunuh dan tidak membahayakan jiwa, tidak menyakiti hati, tidak membenci, tidak membuat marah, tidak mencari keuntungan diri sendiri dengan memperalat serta mengorbankan orang lain. Kalimat ini mengajarkan kepada kita semua khususnya kepada orang-orang yang cinta akan tanah air atau bangsanya sendiri, “menjaga segala ciptaan itu sebagai saudara, jangan berbuat jahat terhadap mereka, harus memelihara mereka sama seperti hendak memelihara anakmu sendiri.
Gandhi tidak mengutamakan harta dan kekayaan duniawai, akan tetapi ia utamakan adalah nilai-nilai baik seperti kebenaran, keadilan dan kedamain, ini berlaku bagi bangsanya sendiri. Dan akhir dari itu, ia merdekakan bangsanya yakni India. Gandhi maupun rakyatnya bisa mampu ke luar dari sutu penjajahan dan kekerasan, mereka melihat dunia yang baru karena atas perjuangan yang keras dan tanggu.
Pertanyaannya adalah mengapa Gandhi maupun rakyatnya bisa ke luar dari penjajahan dan kekerasan. Ada salah satu wawancara Mahatma Gandhi di publik menegaskan seperti ini “kita puas dan kenyan serta merdeka kalau kita menimbah air dari sumurnya sendiri”. Gandhi juga mengembangkan salah satu projek lokal yakni gram. Gram merupakan sebuah bentuk perjuangan yang tidak bisa dikalahkan oleh siapa-siapa. Dengan teguh Gandhi maupun rakyatnya mewujudkan impian dan cita-cita mereka.
Mereka wujudkan impian dan cita-cita mereka oleh sebab dalam perjuangan maupun dalam kehidupan mereka saling percaya dan saling menghargai satu sama lain. Pejabat orang asli India harus menghargai rakyat dan sebaliknya rakyat menghargai pejabat, di tengah itu menghadirkan namanya keadilan rasa memiliki terhadap sesama. Demi tanah air, mereka bekerja sama, jatuh, bangun sama-sama, menderita sama-sama dan bahagia sama-sama.
Di antara semasa manusia membangun kasih sayang, yang lapar diberi makan, yang haus diberi air, yang dipenjarah dikunjungi dan diberi hibur melalui doa dan kasih sayang yang mendalam, yang menderita dibebaskan, orang dibutuhkan pakaian harus diberikan pula pakaian yang bagus. Dalam budayanya tetap pegang nilai-nilai budayanya, dalam agamanya menjalankan doa dan puasa, setiap orang dengan penuh hati, lebih dekat dengan leluhur, alam, dan Tuhan.
Jika ajaran Mahatma Gandhi diikuti, maka kekerasan dan kajahatan dapat terhindarkan. Apabila banyak pihak atau banyak orang mengikuti gerakan ahimsa (pantang melakukan kekerasan), maka korban kemanusiaan tidak akan terjadi. Kekerasan yang dibalas dengan kekerasan hanya akan melahirkan kebencian dan bibit-bibit permusuhan yang baru. Gandhi mengajarkan pada kita tentang pentinnya memperjuangkan sesuatu berdasarkan kebenaran. Semua bentuk perjuangan harus berada dijalan yang benar dan bermoral. (*)
)* Penulis adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Fajar Timur” Abepura-Jayapura Papua; oleh Martinus Tenouye
Sumber
- Wicalsana Whani Anom. 2002. Mahatma Gandhi; Inspirasi Tentang Perjuangan Hidup Yang Penuh Kejujuran dan Kesederhanan, C-klik Media: Jawa Barat, 2002.
- Lubis Mochtar. 2000. Semua Manusia Bersaudara, Jakarta: Obor, 2000.
- Moon Jeong. 2006. Seni Berdamai Dengan Realitas, Madza Media: Bandung.