
“Tanah Adat Tidak Boleh Dibuat Sertifikat, Ini Ancaman Bagi Generasi Papua”
DETIKPAPUA.COM : Wamena – Senator asal Papua Tengah, Eka Kristina Murip Yeimo, mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk tidak melakukan pemetaan dan sertifikasi terhadap tanah adat di Papua Tengah. Ia menilai langkah tersebut dapat mengancam keberlanjutan warisan tanah bagi generasi mendatang.
Dalam pertemuan Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) dengan perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI), senator asal Papua Tengah, Eka Kristina Murip Yeimo, mengusulkan agar tanah komunal atau tanah adat di Papua Tengah tidak dipetakan maupun disertifikasi.
“Mengingat tanah komunal merupakan pemberian Tuhan kepada nenek moyang secara turun-temurun bagi setiap marga di Papua, tidak perlu ada pengakuan dari negara karena ini merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu, marga, atau suku tertentu yang memilikinya,” ujar Eka dalam pertemuan BAP ATR/BPN di Jakarta, 12 Maret 2025.
Eka menolak sertifikasi tersebut karena sifat manusia yang cenderung serakah dan haus akan uang dapat mengancam warisan tanah bagi generasi berikutnya. Tanpa sertifikat, menurut Eka, tidak akan ada transaksi jual beli tanah. Sebaliknya, jika tanah adat disertifikasi, akan semakin banyak tanah adat yang dijual demi uang dan hilanglah makna tanah adat itu sendiri.
“Tanah di Papua bukanlah lahan tidur yang dibiarkan begitu saja. Orang Papua menghargai bahwa tanah atau hutan itu milik marga lain dan hanya dapat digarap atau dibangun oleh marga atau suku yang memilikinya. Maka jangan berpikir bahwa tanah Papua adalah tanah kosong atau lahan tidur yang tidak dipakai,” tegasnya.
Menurut Eka, orang Papua sangat menghargai hak kepemilikan komunal, sehingga hutan di Papua tetap terjaga dan memberikan kontribusi oksigen bagi dunia.
“Orang Papua bisa hidup tanpa uang, tetapi tidak bisa hidup tanpa tanah dan hutannya,” imbuhnya.
Eka berharap usulannya dapat menjadi catatan penting bagi Kementerian ATR/BPN agar tidak mencampuradukkan urusan adat dengan negara. (Akia Wenda)