
Fak-Fak DetikPapua.Com : BKPM kerja sama dengan China ENFI Engineering Corporation, akan menggarap proyek peleburan/smelter tembaga yang ditandatangani oleh Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan President ENFI Liu Cheng. Bahwa industri smelter tembaga itu rencananya akan dibangun di Kabupaten Fakfak,. Smelter itu juga akan dimanfaatkan mengolah hasil tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua.
Menteri ESDM : menyatakan pengelolaan usaha pertambangan, termasuk pengelolaan mineral memiliki ciri modal yang padat, teknologi tinggi, dan adanya ketidakpastian. Oleh karena itu dibutuhkan kajian yang sangat mendalam agar keekonomiannya dapat terhitung secara baik.
DAMPAK NEGATIF LINGKUNGAN DAN MASYARAKAT:
Pembangunan Smelter pasti menimbulkan kerusakan lingkungan yang dampaknya akan dirasakan masyarakat Fakfak terutama masyarakat adat. Kita ingat sejarah kebocoran perusahaan smelting yang terjadi di Gresik, banyak korban jiwa dan luka-luka dari warga sekitar. Belum lagi soal pembuangan tailing atau limbah yang akan merugikan nelayan di garis pantai, dan mencemari laut wilayah tangkapan nelayan dengan radius yang luas.
DAMPAK EKONOMI:
Pembangunan smelter memang berdampak diantaranya ialah : dampak terhadap tenaga kerja (SDM), dampak terhadap produk domestik regional bruto (PDRB), dampak ekonomi terhadap pabrik pengolahan dan pemurnian nikel, dampak pembangunan smelter terhadap lingkungan sekitar.
KESIMPULAN :
Masyarakat harus melihat secara utuh akan terjadi krisis sosial-ekologi mulai hulu sampai hilir. Alih-alih menyejahterakan rakyat, justru sebaliknya..
Saya buat contoh : Jumlah tembaga terlarut di daerah lepas pantai Timika (Arafura) , AERA (Aquatic Ecological Risk Assessment – Analisis Risiko Ekologi Perairan) memprediksikan meningkatnya jumlah total suspended solid (TSS) yang mengakibatkan tingginya kekeruhan air lepas pantai, meskipun tingkat TSS tidak disebutkan secara spesifik. Tapi observasi yang dibuat tahun 2000 selama ekspedisi yang dilakukan oleh Pusat Riset dan Pengembangan Oseanology, LIPI mengkorfimasikan bahwa: ”Ketika dilakukan observasi, terdapat tingkat kekeruhan yang tinggi di mulut Sungai Ajkwa, dan ini sangat mungkin sebagai akibat buangan tailings pertambangan.” (Ilahude et al 2004)
Kesimpulan yang diambil oleh Aquatic ERA (Aquatic Ecological Risk Assessment – Analisis Risiko Ekologi Perairan) memberikan gambaran yang salah bahwa endapan limbah FC sebagai hal yang ‘bermanfaat’ (Parametrix 2002) meskipun juga menggambarkan gangguan ekologis yang signifikan. ERA menyatakan bahwa “banyaknya larva ikan dan hewan tak bertulang belakang yang dimangsa mungkin akan berkurang karena mereka mencari makan dan perlindungan di area air yang tercemar”. Pernyataan ini bertentangan dengan bukti yang ditemukan kemudian bahwa limbah yang mengandung kadar tembaga tinggi, meningkatkan jumlah limbah terapung dan akan mengurangi nutrisi serta bahan organik, yang akan berdampak sangat buruk.
Mari Pak Menteri bicara dengan masyarakat Fakfak (masyarakat adat) secara bermartabat dululah, jangan asal tantadatangan saja !!
Oleh: Zainal Abidin Bay