16 November 2025

DETIK PAPUA

Berita Papua Terkini

Belum Berakhir, Kenangan dari Semester VI

Oleh: Jhon Gipedi Nawipa

TIDAK semua perjalanan dimulai dari tempat yang mudah. Ada yang dimulai dari jalan berbatu, dari kampung yang jauh, dari mimpi yang nyaris padam. Tapi inilah cerita saya sebuah perjalanan menembus batas demi menjemput harapan. Di antara senja waktu dan diamnya sore ini, aku menuliskan kembali kenangan yang belum sempat kusampaikan. Semester demi semester berlalu, namun ada satu ruang dalam hati yang masih terisi oleh cerita yang tak ingin dilupakan.

Semester VI adalah fase yang tidak hanya menandai langkah lebih dekat menuju akhir masa studi, tetapi juga menjadi ruang penuh refleksi, pembentukan karakter, dan pengalaman yang tak ternilai. Sebagai mahasiswa yang berasal dari pelosok Papua Tengah dan kini berkuliah di Universitas Borobudur, saya merasa perjalanan ini adalah anugerah sekaligus tantangan.

Perkenalkan, saya Jhon Gipedi Nawipa. Banyak orang memanggil saya “Gipedi”, sebuah nama yang diwariskan dari om bersaudara dari pihak mama kandung saya, yang berarti menjala ikan di laut dalam bahasa daerah. Makna itu tidak hanya menggambarkan kehidupan para leluhur saya, tetapi kini merefleksikan proses saya dalam “menjala” ilmu, pengalaman, serta pembelajaran hidup selama menjadi mahasiswa perantau di kota metropolitan Jakarta.

Saya lahir dan besar di daerah pegunungan, di tengah komunitas adat Papua Tengah. Akses terhadap pendidikan formal sangat terbatas, bahkan dalam hal bahasa Indonesia dan ekonomi keluarga pun kami hidup dengan kesederhanaan. Namun, saya bersyukur karena lewat semangat orang tua dan restu Tuhan, saya dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

Transisi dari kampung ke kota bukan perkara mudah. Saya harus menyesuaikan diri dengan gaya hidup urban, sistem pendidikan modern, dan berbagai tantangan sosial yang tidak saya alami sebelumnya. Namun, saya percaya bahwa setiap kesulitan adalah batu loncatan untuk tumbuh.

Suasana Kelas yang Menginspirasi

Ruang 303A, lantai tiga Gedung A, Universitas Borobudur, itulah tempat di mana saya mengukir banyak kenangan semester ini. Setiap pagi, saya menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam menuju kampus menggunakan motor. Jika cuaca bersahabat dan lalu lintas tidak macet, saya tiba sekitar pukul 09.30 WIB. Setibanya di kampus, saya disambut oleh pemandangan taman kampus yang asri. Pot-pot bunga dan pepohonan yang tumbuh subur di halaman menjadi oase ketenangan sebelum memasuki rutinitas akademik.

Saya dan teman-teman sering menunggu di depan Gedung D, gedung tertinggi di kampus yang menaungi tiga fakultas besar: Kesehatan (S1), Teknik (S2), dan Agribisnis (S3). Gedung ini juga merupakan rumah bagi perpustakaan pusat kampus. Di sinilah, kami yang berjumlah sekitar sebelas orang biasanya berkumpul, saling menyapa, dan memantau kehadiran teman-teman lainnya. Kekompakan ini kami rawat sejak semester awal, dan menjadi bagian dari identitas kami sebagai kelompok belajar.

Belajar Tak Hanya Mendengar?

Proses pembelajaran di kelas tak hanya tentang mencatat apa yang disampaikan dosen. Kami diajak berdiskusi, berpikir kritis, dan mengemukakan pendapat. Dosen sering membuka pelajaran dengan melemparkan isu yang relevan, lalu meminta kami memberikan pandangan terlebih dahulu sebelum menjelaskan materi utama.

Diskusi ini bukan hanya latihan akademik, melainkan juga cerminan budaya intelektual. Di tengah-tengahnya, kami sering melempar canda tawa, menjadikan suasana kelas lebih hangat dan humanis. Saya menyadari betapa pentingnya diskusi sebagai metode belajar, bukan hanya di kampus tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi.

Namun tidak semua teman nyaman berbicara dalam forum terbuka. Ada yang merasa kurang percaya diri, takut salah bicara, atau bingung menyusun argumen. Berdasarkan pengalaman pribadi, saya ingin berbagi beberapa kiat untuk menghadapi tantangan itu:

Pertama, Hindari lingkungan yang meremehkan. Lingkungan belajar yang sehat akan mendukung perkembangan kemampuan kita. Kedua, Catat poin penting saat seminar. Ini akan memudahkan kita ketika ingin bertanya atau merespons materi. Ketiga, Berani bertanya dan terbuka. Tidak ada salahnya bertanya, bahkan kepada teman atau senior sekalipun. Keempat, Jangan melulu kejar uang. Fokus utama mahasiswa adalah ilmu, bukan penghasilan semata.

Kelima, Berteman dengan orang yang mendorong kita maju. Teman yang baik akan membantu kita melengkapi kekurangan. Keenam, Bangun komunikasi dengan dosen. Mereka bukan hanya pengajar, tetapi mentor dan sumber inspirasi.

Ada satu hal yang saya rasa perlu direnungkan bersama: semangat dan kekompakan kami sempat mulai berkurang. Ketika satu dari sebelas orang tidak hadir, kelas terasa sepi. Kami mulai menyadari bahwa menjaga kehadiran bukan hanya soal absensi, tetapi tentang membangun kebersamaan dan semangat kolektif. Pendidikan bukan perjalanan individu semata, melainkan juga kerja sama dalam komunitas.

Saya percaya bahwa organisasi mahasiswa, paguyuban daerah, dan komunitas-komunitas kecil di kampus adalah jembatan penting untuk membangun solidaritas dan memperkuat rasa memiliki terhadap proses belajar.

Semester VI telah membawa saya pada momen-momen reflektif, mulai dari tantangan pribadi, perjalanan harian, hingga interaksi di kelas dan diskusi bersama teman-teman. Setiap harinya menjadi bagian dari narasi besar yang membentuk siapa saya hari ini.

Saya tidak pernah lupa bahwa saya berasal dari tanah yang jauh, tanah adat yang memegang nilai-nilai luhur. Saya adalah anak kampung dari pegunungan Papua Tengah yang kini menapaki jalan di tengah hiruk pikuk kota Batavia. Saya tahu, perjalanan saya masih panjang, tapi saya percaya bahwa selama ada kemauan belajar, dan selama kita mau mengingat siapa diri kita dan dari mana asal kita, maka tidak ada hal yang mustahil.

Masa depan tidak hanya milik mereka yang cepat, tetapi juga mereka yang setia belajar dan tidak menyerah. Semoga kenangan ini menjadi batu pijakan untuk melangkah lebih jauh. [*]

)* Penulis adalah mahasiswa semester VI Fakultas Teknik Universitas Borobudur, dirinya juga aktif dalam diskusi, komunitas kampus, dan dikenal sebagai pribadi yang menjunjung tinggi nilai budaya, pendidikan, dan keberagaman.

Loading

Facebook Comments Box