
*Siorus Ewainaibi Degei
Lancea Et Clavus Domini, The Holy Lance, The Holy Spear, Spear of Destiny, Lance of Longinus, Spear of Longinus, (Tombak Pembunuh Anak Manusia). Ini tombak milik seorang perwira tinggi alogojo paling ganas romawi, Gaius Cassius Longinus (abad pertama). Longinus adalah orang pertama yang mengakui iman bahwa Yesus benar-benar Anak Allah katanya, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah” (Matius 27:54) setelah menembusi lambung Yesus menggunakan tombak pusakanya. Mata Longinus juling, konon katanya berkat percihkan darah dan air yang memuncrat dari lambung Yesus, Longinus memperoleh mujizat penyembuhan, matanya kembali normal. Matanya yang juling ini kala itu menjadi momok baginya, ia selalu mendapatkan olok-olokkan dari rekan-rekannya.
Pasalnya sebelum penyaliban, para pembesar Yahudi meminta agar Pilatus menjatuhi hukuman mati kepada Yesus, hukuman mati yang bagi mereka pantas untuk orang seperti Yesus adalah penyaliban. Penyaliban sendiri adalah palang penghinaan paling mengerikan kala itu, ini adalah hukuman yang hanya diberikan kepara para penjahat kelas berat, penyihir, pemimpin bidaah, musuh-musuh besar negara dan selevelnya. Bangsa Romawi mengadopsi tradisi hukum penyaliban ini dari bangsa persia yang sebelumnya sudah menjajahnya.
Pilatus memanggil Longinus ke Istana, Pilatus memerintahkan Longinus untuk memimpin operasi pembunuhan Yesus. Longinus tidak begitu kenal dengan Yesus, sekalipun nama dan tanda-tanda heran yang Yesus buat sempat sampai di telingannya. Longinus menerima perintah operasi itu. Longinus dan pasukannya dikenal paling ganas, keji dan terlatih waktu itu, banyak tugas-tugas besar yang sudah mereka tuntaskan dengan prestasi baik.
Longinus memimpin pasukannya dan orang-orang yang tidak suka dengan Yesus mengamankan Yesus. Mereka menangkap Yesus berkat petunjuk Yudas Izkariot, salah satu dari 12 murid Yesus yang sudah mereka diamkan dengan 30 keping perak. Longinus, jenderal algojo romawi menyiksa Yesus secara brutal, kita sendiri paham bagaimana cambukkan Longinus dan pasukannya merenggut sebagian nyawa Yesus.
Pasca penyaliban, Longinus mengajak dua rekannya untuk meninggalkan dunia militer romawi dan memilih bergabung dengan para rasul menjadi saksi iman akan Kristus. Saya kagum dengan kepribadian Longinus, ia perwira yang terlatih dan taat pada atasan, ia menyanggupi tawaran Pontius Pilatus untuk memimpin operasi penangkapan, penyiksaan, penyaliban dan pembunuhan Yesus. Namun ia pun tersadarkan bahwa ia membunuh orang benar, Yesus bukan penjahat besar sebagaimana informasi yang ia peroleh dari Pilatus, melainkan sebaliknya Yesus adalah benar-benar Anak Allah. Sebab ia orang terakhir yang bersama Yesus sebelum Yesus menghembuskan nafas terakhir di puncak Kalvari.
Kesaksian iman ini mempertobatkan Longinus. Pengalamannya menjadi katekese iman yang juga banyak menobatkan jemaat. Ia setelah bergabung dengan para rasul, Longinus mendapatkan tugas untuk bermisi. Ada dua versi tradisi yang cukup kuat memberikan kisah pewartaan Longinus. Pertama dikisahkan bahwa Longinus pergi ke Capadocia – Asia Kecil (Sekarang wilayah Turki). Ia menjadi terkenal di sana karena kotbah-kotbahnya. Banyak orang tertarik dan memberi diri dibaptis.
Gubernur di sana merasa tidak nyaman dengan kehadiran Longinus. Gubernur menyuruh pasukan menangkapnya, ia disuruh murtad, meninggalkan keyakinannya dan menyembah dewa-dewi romawi, ia menolak. Kemudian giginya dicabut dan lidahnya dipotong supaya tidak bisa berkotbah lagi. Lagi-lagi mujizat terjadi, ia kembali bisa berbicara dan berkotbah. Karena lewat batas, gubernur memutuskan untuk memenggal kepalanya.
Tradisi lain menyebutkan bahwa setelah bergabung dengan para rasul Longinus bersama dua rekannya memutuskan untuk pulang kampung ke Italia untuk memberitakan Injil. Ia membagi kisahnya tentang Yesus dalam peristiwa penyaliban. Banyak orang menjadi percaya, bertobat dan memilih dibaptis menjadi pengikut para rasul. Tentu ini menjadi ancaman bagi orang Yahudi, mereka menyiasati rancangan picik untuk bagaimana mengeksekusi Longinus.
Bekerjasama dengan petinggi Romawi, mereka berhasil menyeret Longinus dan kedua temannya ke dalam penjara, dan selang beberapa saat saja mereka bertiga dijatuhi hukuman mati dengan dipenggal kepalanya, kejadian ini terjadi di kota Mantua, Italia. Jika kita resapi secara saksama dan reflektif kisah Longinus ini serupa juga dengan kisah metanoia Santo Rasul Paulus. Mereka yang tadinya buta dalam melihat Yesus, mengalami pencerahan berkat cahaya kebangkitan Kristus. Saya yakin anda dan saya tidak sekeji Santo Longnius dan Santo Rasul Paulus selama ini, pintu pertobtan masih terbuka lebar untuk kita. Cahaya Paskah selalu bersemayam dalam jiwa-jiwa yang patah tapi juga latah lantaran dosa. Selamat Jumat Agung, marilah belajar iman dari Santo Longinus. (*)
)* Penulis adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura-Papua.