9 November 2025

DETIK PAPUA

Berita Papua Terkini

Analisis Reflektif 100 Hari Kerja MeGe dan Tantangan di Depan

Yermias Degei

Prolog

Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa dan Deinas Geley (MeGe) dilantik pada 20 Februari 2025, menandai babak awal pembangunan di provinsi baru ini. Tanggal 31 Mei 2025, genap 100 hari kerja mereka. Dalam 100 hari kerja, MeGe mengarahkan pandangan kita pada jalan ke peningkatan layanan publik (perbaikan kualitas pendidikan, kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat), pembangunan infrastruktur, kebijakan afirmatif bagi Orang Asli Papua (OAP), penataan birokrasi, pengelolaan sumber daya alam/investasi, pemekaran daerah, stabilitas keamanan dan lainnya, tentu dengan dinamikanya.

Hal ini menerbitkan ‘terang’ di masa depan, karena tantangan kita di saat ini banyak: kemiskinan, rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), masih ada praktik kolusi dan nepotisme dalam birokrasi, instabilitas sosial-politik, eksploitasi tanpa menjaga stabilitas ekosistem, ada tuntutan KPP (Keberpihakan, Perlindungan dan Pemberdayaan) sebagai roh dari Otonomi Khusus (Otsus) yang lahir sebagai win-win solution, dan lainnya.

Artikel ini membahas: harapan baru yang telah ditunjukan selama 100 hari itu, tantangan nyata di saat ini, indikator, kepemimpinan visioner dengan pendekatan global-lokal (Glokal) MeGe, harapan dan dukungan rakyat untuk pergi ke ‘Papua Tengah Terang’.

100 Hari MeGe

Dalam seratus hari kerja ini, Me-Ge memfokuskan pembangunan pada pelayanan dasar, pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP), serta penguatan nilai-nilai lokal. Seluruh OPD diarahkan untuk berinovasi demi kepentingan rakyat, sementara para bupati didorong menggratiskan dan meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah.

Me-Ge menegaskan komitmen terhadap afirmasi OAP dengan mendorong 90% tenaga honorer dan kontrak berasal dari anak negeri sendiri. Saat melantik kepala daerah di Mimika dan Puncak, mereka juga menekankan disiplin ASN dan pembangunan berbasis kearifan lokal.

Serangkaian kunjungan kerja pun dilakukan, antara lain ke Yayasan Amungme-Kamoro (YPMAK) untuk kolaborasi pemberdayaan masyarakat, ke Lapas Klas II B untuk penyerahan ambulans dan rencana bantuan hukum, serta ke RS Bhayangkara dan RS Cendrawasih Mimika untuk peningkatan layanan kesehatan. Me-Ge juga menyerahkan bantuan pangan bagi korban konflik bersenjata di Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, dan Nabire, serta membuka Liga 4 Asprov PSSI Papua Tengah sebagai bentuk perhatian terhadap olahraga dan pemuda.

Di luar Papua, Gubernur mengunjungi Sekolah GenIUS di Tangerang yang menampung siswa-siswi Papua Tengah. Ia berjanji membiayai pendidikan mereka dan mendorong mereka menjadi agen perubahan bagi tanah kelahiran. Me-Ge juga mengatakan menjamin hak atas layanan kesehatan dengan 40 ribu BPJS seluruh tanah Papua.

Di tengah dinamika seperti rencana investasi, isu pemekaran wilayah, dan simbol budaya seperti bakar batu, Me-Ge melihatnya sebagai bagian dari dialektika pembangunan yang harus dijalani dengan keterbukaan dan dialog.

Apa Masalah Papua Tengah Saat ini?

Pertama, politik dagang sapi. Politik dagang sapi merujuk pada praktik tawar-menawar kepentingan dalam penyusunan birokrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Istilah ini berasal dari fenomena jual-beli sapi di pasar pada era 1970-an, di mana tawar-menawar menjadi praktik umum. Dalam politik, praktik ini terjadi ketika pemangku kebijakan lebih mementingkan transaksi kekuasaan dibandingkan kepentingan rakyat.

Kedua, Kolusi, dan Nepotisme. Kolusi dan nepotisme (KN) seringkali menjadi penghambat utama dalam upaya pembangunan daerah. Kolusi dan nepotisme mengacu pada kerja sama rahasia untuk tujuan tidak terpuji dan pengutamaan kepentingan kerabat atau teman dekat dalam pengambilan keputusan. Praktik-praktik ini tidak hanya melanggar prinsip keadilan, tetapi juga merugikan masyarakat luas dengan menempatkan individu yang mungkin tidak kompeten pada posisi strategis.

Praktik nepotisme dan kolusi sering kali menghambat kesempatan bagi generasi muda Papua yang memiliki potensi tetapi belum/tidak memiliki koneksi politik atau finansial. Banyak orang asli Papua yang berpendidikan tinggi justru kalah dalam persaingan akibat praktik-praktik ini. Padahal, dengan kebijakan yang lebih transparan dan berbasis meritokrasi, banyak anak muda Papua yang bisa berkontribusi dalam membangun daerahnya.

Ketiga, data kemiskinan. Data BPS menunjukkan bahwa pada Maret 2024, persentase penduduk miskin di Papua Tengah mencapai 29,76%, dan meskipun mengalami penurunan menjadi 27,60% pada September 2024, angka ini masih jauh di atas rata-rata nasional. ​

Keempat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia, berdasarkan data BPS 2024, enam kabupaten di Papua Tengah masuk dalam kategori sangat rendah, Dogiyai: 55,00, Deiyai: 49,96, Paniai: 56,07, Intan Jaya: 48,99, Puncak Jaya: 48,34, Puncak: 43,17, dan dua kabupaten lainnya memiliki IPM lebih tinggi, yaitu Nabire: 69,15 (kategori sedang) dan Mimika: 74,47 (kategori tinggi).

Kelima, ancaman terhadap masyarakat adat, tanah adat, dan keberlanjutan sosial akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkeadilan. Papua Tengah kaya akan sumber daya alam seperti emas, batu bara, dan hutan, kebijakan pembangunan dan sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat adat.

Sejak pemekaran wilayah, konflik agraria semakin intensif, dengan masyarakat adat berhadapan langsung dengan pemerintah dan perusahaan yang menguasai tanah ulayat mereka tanpa persetujuan. Sebanyak 53 izin pertambangan di Papua Tengah ditemukan tidak memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dan tidak mendapat persetujuan dari masyarakat adat setempat. Hal ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup.

Selain itu, eksploitasi tambang skala besar telah merusak hutan adat dan mengancam keberlanjutan ekosistem yang vital bagi kehidupan masyarakat adat. Penting untuk diakui bahwa pengakuan hak masyarakat hukum adat bukanlah penghambat bagi pembangunan, melainkan langkah yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Indikator Tidak Mudah

Secara umum, ada 6 indikator kemajuan suatu daerah yang berlaku baik secara nasional maupun internasional.

Pertama, Indikator Ekonomi. Ada empat aspek yaitu (1) produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), digunakan secara global oleh Bank Dunia, IMF, dan BPS untuk mengukur pertumbuhan ekonomi; (2) Pendapatan per Kapita, mengukur kesejahteraan ekonomi masyarakat; (3) Tingkat Pengangguran, digunakan oleh ILO (International Labour Organization) dan BPS untuk mengukur jumlah tenaga kerja yang tidak tersera; dan (4) Indeks Gini (Gini Ratio) → Digunakan oleh World Bank dan UNDP untuk mengukur ketimpangan ekonomi.

Kedua, Indikator Sosial. Ada empat aspek, yaitu (1) Indeks Pembangunan Manusia (IPM / Human Development Index – HDI), digunakan oleh UNDP dan BPS, mengukur tiga aspek utama: kesehatan (usia harapan hidup), pendidikan (rata-rata lama sekolah), dan ekonomi (pendapatan per kapita); (2) Tingkat Kemiskinan, Standar dari Bank Dunia dan BPS, berdasarkan garis kemiskinan global; (3) Kualitas Pendidikan, dapat diukur dari Programme for International Student Assessment (PISA) oleh OECD; dan (4) Kesehatan Masyarakat, termasuk angka harapan hidup, angka kematian ibu & bayi, serta akses terhadap layanan kesehatan (WHO dan Kementerian Kesehatan).

Ketiga, Indikator Infrastruktur dan Teknologi. Ada tiga aspek yaitu (1) Akses terhadap Listrik dan Air Bersih, diukur oleh World Bank, WHO, dan BPS; (2) Ketersediaan Transportasi dan Infrastruktur, dinilai oleh Global Infrastructure Index dan Kementerian PUPR, dan (3) Akses Internet dan Digitalisasi, indikator dari International Telecommunication Union (ITU) dan Kominfo/Komdigi.

Keempat, Indikator Lingkungan. Ada tiga aspek, yaitu, (1) Indeks Kualitas Lingkungan (Environmental Performance Index – EPI), digunakan oleh Yale University dan WHO untuk menilai keberlanjutan lingkungan, (2) Pengelolaan Sampah dan Limbah, Standar dari UNEP (United Nations Environment Programme) dan Kementerian Lingkungan Hidup, (3) Kehutanan dan Keberlanjutan, diukur dari tingkat deforestasi oleh Food and Agriculture Organization. FAO adalah Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas menangani isu-isu terkait pangan, pertanian, kehutanan, perikanan, dan pembangunan pedesaan di seluruh dunia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kelima, Indikator Tata Kelola dan Pemerintahan. Ada empat aspek, yaitu (1) Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perceptions Index – CPI), dari Transparency International untuk menilai tingkat korupsi suatu daerah atau negara; (2) Indeks Demokrasi, Dinilai oleh The Economist Intelligence Unit dan BPS, (3) Kualitas Pelayanan Publik, berdasarkan World Governance Indicators (WGI) oleh Bank Dunia dan BPS; (4) Partisipasi Masyarakat dalam Pemerintahan, dinilai dari keterlibatan warga dalam kebijakan daerah (BPS dan UNDP).

Keenam, Indikator Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan Keberlanjutan Sosial. Indikator ini menilai sejauh mana suatu daerah dapat menjaga dan melindungi hak-hak masyarakat adat serta keberlanjutan sosial melalui pengelolaan sumber daya alam dan pemenuhan hak-hak dasar mereka. Beberapa aspek yang digunakan dalam mengukur indikator ini adalah: Perlindungan Hak Masyarakat Adat, Partisipasi Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Pengaruh Tambang terhadap Konflik Sosial dan Lingkungan, dan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat.

MeGe, Gubernur Viglokal

Mengamati kebijakan, pemikiran-pemikiran dan pidato-pidato dalam kurung waktu kurang dari 100 hari ini menunjukkan bahwa Gubernur Meki sesungguhnya adalah pemimpin visioner global-lokal (Viglokal). Artinya, Gubernur Meki adalah pemimpin yang berpikir secara global tetapi tetap ada kepedulian dan berkontribusi pada komunitas lokal. Ia memiliki visi besar, tetapi tetap membumi dan peduli pada masyarakat sekitar/adat.

Masyarakat Papua Tengah, baik secara terbuka maupun secara diam-diam, terlepas dari berbagai paham primordialistik dan kepentingan politik, tentu memiliki harapan pada profil pemimpin seperti ini.

Benar bahwa, dengan berbagai kompleksitas masalah sosial, geografis, demokrafis, stabilits keamanan dan berbagai kepentingan investasi, lima tahun bukan waktu yang lama untuk menuntaskan masalah-masalah hari ini dan memenuhi indikator-indikator besar.

Tetapi, seperti penumpang yang berdoa dan menyerahkan keselamatan pesawat kepada seorang pilot walaupun tidak mengenalnya, masyarakat Papua Tengah percaya dan pasti akan mendukung, untuk memajukan Papua Tengah. Visi “Papua Tengah Terang” kini adalah visi bersama rakyat Papua Tengah. Karena, visi yang baik ditambah dengan dukungan rakyat yang kuat, Papua Tengah akan lebih maju dan berkembang di segala aspek. Kekuatan sejati pemimpin Viglokal seperti Gubernur Meki akan menjadi lengkap dalam meletakkan dasar pembangunan dengan kepercayaan dan keterlibatan rakyat.

Dukung Langkah Strategis Gubernur Meki

Sebagai pemimpin Viglokal, Gubernur Meki dengan dukungan birokrasi dan rakyat sudah memulai dan akan melakukan sejumlah langkah mesti didukung.

Pertama, Stabilitas Keamanan. Keamanan merupakan prasyarat utama untuk pembangunan. Keragaman suku, ras, dan agama telah menjadi agenda Gubernur Meki untuk dikelola dengan baik guna menghindari konflik horizontal (termasuk konflik vertikal?). Pemerintahan Gubernur Meki berkomitmen menciptakan lingkungan yang aman dan damai agar program pembangunan dapat berjalan lancar. Sehingga dukungan yang kuat dari masyarakat akan semakin memastikan terwujudnya komitmen ini.

Kedua, Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Potensi Lokal. Gubernur Meki telah berkomitmen bahwa pembangunan ekonomi berbasis pada potensi lokal dan melibatkan masyarakat asli Papua. Beberapa strategi yang akan dilakukan meliputi pemberdayaan UMKM lokal, peningkatan akses permodalan bagi pengusaha asli Papua, pelatihan keterampilan kerja untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal, dan penyusunan regulasi yang menguntungkan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam. Gubernur Meki juga memastikan bahwa dalam setiap proyek pengelolaan sumber daya alam, hak masyarakat adat atas tanah ulayat dan akses terhadap hasil kekayaan alam dihormati dan dilindungi, serta mengutamakan keberlanjutan sosial yang menjaga kesejahteraan jangka panjang bagi masyarakat adat.

Ketiga, Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan. Hal kedua yang menjadi agenda penting yang mesti mendapatkan dukungan adalah peningkatan kualitas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi di Papua Tengah; peningkatan layanan kesehatan, memperbaiki infrastruktur rumah sakit dan puskesmas. Pendidikan dan kesehatan yang merata akan membuka peluang yang lebih luas bagi masyarakat Papua, termasuk masyarakat adat, untuk maju dan berdaya secara mandiri dalam era globalisasi.

Keempat, Pembangunan Infrastruktur Transportasi dan Telekomunikasi. Papua Tengah masih menghadapi keterbatasan akses transportasi dan telekomunikasi. Oleh karena itu, berkomitmen dalam pembangunan jalan dan jembatan untuk menghubungkan daerah terpencil, peningkatan layanan internet dan komunikasi seluler, serta pembangunan bandara dan pelabuhan untuk meningkatkan konektivitas. Infrastruktur yang baik juga akan mendukung distribusi bantuan dan akses ke layanan dasar, mempercepat pembangunan ekonomi yang inklusif, dan menghubungkan daerah-daerah adat yang selama ini terisolasi.

Kelima, Meminimalkan Marginalisasi Orang Asli Papua. Perhatian Gubernur Meki pada orang asli Papua sebagai implementasi Otonomi Khusus tidak diragukan lagi. Ia telah memastikan bahwa 80%, bahkan 90% tenaga kerja dalam proyek-proyek pemerintah harus berasal dari OAP serta komitmennya untuk meningkatkan kesempatan bagi OAP dalam sektor swasta melalui regulasi dan insentif juga mesti diapresiasi. Perlindungan hak-hak masyarakat adat untuk tidak terpinggirkan dalam proses pembangunan juga menjadi perhatian utama, dengan penekanan pada penghormatan terhadap tanah adat mereka dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Keenam, Reformasi Tata Kelola Pemerintahan. Untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, Gubernur Meki telah melihat bahwa transparansi dalam rekrutmen ASN dan pejabat daerah adalah satu aspek penting. Selain itu, penerapan sistem meritokrasi dalam promosi jabatan serta penguatan lembaga pengawas dalam mengawasi penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) adalah langkah penting yang perlu didukung rakyat. Pengelolaan Otsus yang efektif dan transparan akan memastikan bahwa anggaran tersebut sampai ke masyarakat adat dengan tepat dan dapat mendukung keberlanjutan sosial serta perlindungan hak-hak mereka.

Ketujuh, Memperkuat Kohesi Sosial dan Identitas Papua Tengah. Sejak dilantik, Gubernur Meki telah menekankan dan mendorong semangat persatuan di antara masyarakat Papua Tengah dengan menekankan pentingnya kerja sama dalam membangun daerah. Dengan demikian, provinsi ini dapat menjadi contoh keberhasilan dalam pembangunan yang berbasis inklusivitas dan keadilan sosial. Pada saat yang sama, identitas budaya dan hak-hak masyarakat adat harus tetap dijaga, serta keberlanjutan sosial menjadi dasar dari setiap kebijakan pembangunan.

Diperlukan juga kebijakan yang menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk pengakuan atas tanah ulayat dan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam. Pemerintah memastikan bahwa pembangunan tidak mengorbankan keberlanjutan sosial dan lingkungan, serta memperkuat peran masyarakat adat dalam menjaga warisan budaya dan alam mereka.

Epilog

Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, bersama Wakil Gubernur Deinas Geley telah menunjukkan fokus pada peningkatan sektor pendidikan, ekonomi, infrastruktur, dan stabilitas sosial, dengan pendekatan Viglokal yang menggabungkan pemikiran global dan kepedulian terhadap kebutuhan lokal. Kebijakan utama mereka mencakup pelayanan publik yang baik, pendidikan gratis, serta keberpihakan terhadap orang asli Papua dalam kebijakan ketenagakerjaan dan pembangunan ekonomi.

Mereka juga memprioritaskan peningkatan ekonomi melalui PDRB, penurunan pengangguran, serta pengurangan kemiskinan dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Infrastruktur transportasi dan telekomunikasi juga menjadi fokus utama untuk meningkatkan konektivitas. Tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel, reformasi birokrasi, serta penghapusan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan langkah penting yang diambil. Stabilitas keamanan dijaga dengan mencegah konflik horizontal agar pembangunan dapat berjalan lancar.

Salah satu agenda penting yang mesti didukung adalah perlindungan hak-hak masyarakat adat, termasuk tanah adat dan keberlanjutan sosial. Kebijakan yang berpihak pada masyarakat adat dan memastikan mereka dilibatkan dalam setiap keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan ekonomi adalah landasan penting untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tetap adil, inklusif, dan berkelanjutan. Perlindungan atas tanah adat juga menjadi prioritas agar masyarakat adat tetap memiliki hak penuh atas tanah yang mereka warisi, serta dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.

Dengan sinergi antara kepemimpinan yang kuat dan partisipasi aktif rakyat, Papua Tengah berpotensi menjadi daerah yang maju, berdaya saing, dan sejahtera. Keberlanjutan kebijakan dan program kerja MeGe akan menentukan masa depan Papua Tengah yang lebih mandiri dan sejahtera, sekaligus menjaga identitas budaya dan hak-hak masyarakat adat.

Kebijakan dan program kerja MeGe perlu terus didukung oleh seluruh elemen masyarakat guna mewujudkan Papua Tengah yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera, sembari memastikan bahwa pembangunan berjalan dengan mengedepankan keberlanjutan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.

*Alumnus Magister Komunikasi Politik, Universitas Mercu Buana Jakarta dan ASN di Nabire, Papua Tengah*

Loading

Facebook Comments Box