
Merauke, detikpapua.com|. Memperingati hari Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh pada 7 Agustus, Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua Selatan (AMPERA PS), melakukan aksi penolakan terkait pemberian izin-izin investasi berskala Makro oleh Pemerintah Indonesia di wilayah masyarakat adat Suku Malind yang ada di Merauke. Aksi penolakan dilakukan di Mangga 2 Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan pada Jumat 9 Agustus 2024 WP.
Hal itu, beritahukan kepada jurnalis media ini pada hari Sabtu, (10/08/2024
Aksi tersebut melibatkan anak-anak, Pemuda, Remaja dan Perempuan serta Masyarakat. Dalam aksi singkat tersebut massa aksi memegang poster-poster yang berisi pesan-pesan tegas menyatakan bahwa, penolakan atas segala bentuk investasi di seluruh Tanah adat-istiadat yang ada di Papua Selatan. Investasi perkebunan berskala makro di Papua Selatan dianggap telah merampas ruang hidup Masyarakat Adat Malind.
Ketua AMPERA, Ambrosius Nit menyoroti berbagai persoalan Masyarakat Adat Papua Selatan yang kini terancam kehilangan Tanah-tanah adat khususnya Kimahima dan Maklew karena hadirnya Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti gula dan bioetanol yang membutuhkan jutaan hektare lahan di Merauke, Prov. Papua Selatan, dan menurut dugaan AMPERA akan menyasar tanah-tanah masyarakat Adat”, Ujar Ambrosius
“Kami di Papua Selatan tidak butuh proyek strategis Nasional seperti perkebunan gula, perkebunan sawit dan hutan tanaman industri serta Investasi Makro lainnya, karena semua itu tidak menjamin kehidupan Masyarakat adat mengingat fakta hari ini Masyarakat adat yang telah menyerahkan Tanah-tanah adat mereka ke perusahaan menghadapi berbagai masalah seperti minimnya fasilitas pendidikan, angka putus sekolah yang sangat tinggi, keterbelakangan ekonomi dan terjadi malnutrisi pada anak-anak,” katanya Ambrosius Nit
“Ambrosius menegaskan Masyarakat Adat Papua yang berasal dari ras Melanesia terancam akan hilang di atas negerinya sendiri, jika tanahnya tidak dipertahankan.
Menurut Ambrosius Pemerintah Indonesia harus menghargai hak-hak Masyarakat Adat Papua, dan wajib mendengar, melindungi dan menghormati setiap suara penolakan”, Pesan Ambrosius Nit
“Ia lanjut, Apabila negara mengabaikannya maka berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia khususnya hak-hak masyarakat adat,” katanya.
Sementara itu, Aktivis kemanusian dan lingkungan Papua Selatan, Maria Goreti Mekiuw, Merauke mengatakan bahwa dirinya bersama semua perempuan Suku Yeinan yang ada di pesisir kali Maro menolak segala bentuk investasi yang merusak hutan adat suku Yeinan”, Ujar Maria Goreti
“Ia lanjut, kami Perempuan Yeinan sangat terikat dengan hutan, karena hutan adalah tempat kami para perempuan mencari makan, obat-obatan dan juga semua atribut adat,” katanya. Maria Goreti
Menurut perempuan asal Suku Yeinan, Papua tidak membutuhkan Investasi berskala makro, tetapi yang dibutuhkan adalah Fasilitas Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan.” tutup Maria Goreti