DETIK PAPUA

Berita Papua Terkini

Krisis Pendidikan Karakter Menghanyutkan Nyawa bagi Generasi Mudah Papua

Oleh Yulius Pekei

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis pendidikan moral yang sedang melanda di Papua. Krisis pendidikan moral menghantui kita dalam kehipan sehari –hari lebih khusus pada anak remaja usia sekolah. Krisis pendidikan moral tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, mengkonsumsi minuman beralkohol, penyalagunaan obat-obat terlarang menjadi masalah sosial pada generasi Papua. Pembiaraan krisis pendidikan Karakter masih berjalan dengan perkembangan Kabupaten dan perkebangan penduduk di Papua. Penerapan pendidikan Krisis pendidikan karakter juga Kurangnya mengatasi krisis moral berdampak pada siswa SD,SMP dan SMA mengalami kehamilan di luar Nikah. Hal lain juga banyak generasi muda papua mengalami Krisis kematian labih tinggi menuju kepunahan ras Papua.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan keselamatan nyawa bagi diri individu.
Pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter kita dalam proses pendidikan formal. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan dalam pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Thomas Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,memperhatikan, melakukan nilai-nilai etika yang inti. Filsuf Suku Mee paniai (Manfred Mote 2013) juga pernah menyinggun dalam buku (Touye) bahawa bahwa manusia yang berpikir itu musti memikirkan “pikiran –pikiran sejatih manusia yang hidup”. Maksud dari pemikian-pemikiaran yang hidup adalah segala pemikiran manusia yang entah langsung ataupun tak langsung. Dengan hidup dan kehidupan ini juga yang menyatakan dan mengungkapkan hidup serta kehidupan menjadikan manusia hidup dan berkehidupan. Semua pemikiran yang tak bertentangan dengan hidup dan kehidupan boleh dijadikan sebagai objek berpikir.
Selanjutnya Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara dan Alam Sekitarnya. Pendidikan Karakter Menurut (Kertajaya, 2010), Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.
Nilai Kehidupan dalam pendidikan karakter terdiri dari 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yang kita perluh hayati masa perkembangan diri Individu kita generasi Papua yakni, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, dan Tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Nilai Ingin Rasa Tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,dilihat, dan didengar kemudian mengembangkanya pada anak dengan cara mengajak anak meneliti sesuatu yang ada disekitarnya kemudian berdiskusi sederhana tentang apa yang sudah diteliti!
Umur Anak dan Kecerdikan
Dalam hal ini, pembahasan kita sekarang, penulis menjelaskan pentingnya kita memahami umur anak yang kita maksud dalam upaya melesatkannya. Di berbagai kesempatan dalam artikel ini sebenarnya pemerhati Pendidikan sudah banyak menyinggung masalah ini, pada bagian inspirasi cerita anak, namun kita peroleh pemahaman yang lebih jauh dan luas maka poin inilah yang lebih penting untuk mewakili yang lainya. Yang kita maksudkan dalam pengulasan ini adalah bukan tampa anak mengelompokkan usia mereka. Anak yang kita maksud haruslah memenuhi kualifikasi umur di atas 5 tahun hingga sampai umur 15 tahun. Pada sekitar usia ini, ia merasa terbebas dari upaya-upaya melesatkan kecerdikan melalui berbagai cerita, namun yang biasanya cerita rakyat yang diperioritaskan anak adalah cerita yang pertama kali di dengar dari kedua orangtua, Lingkungan dan pendidikan formal.
Mengapa kita membatasi usia tuju tahun hingga sampai enam belas tahun saja, pada hal masi bisa juga tahun 0-5 atau 15 keatas!. Karena maksud kita di sini bahwa diantara usia tuju tahun sampai enam belas sebagai anak yang kita lesatkan kecerdikan nilai-nilai moral, norma, dan hubungan sosial melalui cerita rakyat dan pendidikan karakter, karena dalam usia ini adalah persiapan melangkah ke level remaja dewasa, bukan untuk maksud lain sehingga mengkhususkan. Kita merenungkan alasan yang sangat jelas, yakni alasanya mengembangkan potensi kecerdikan yang ada pada anak itu sendiri.
Kemungkinan besar, diantara kita sudah mengetahui bahwa kecerdikan bukanlah sesuatu yang di turungkan dari Tuhan. Tidak ada anak yang pada saat lahir begitu cerdik tanpa memberi nasehat-nasehat luhur atau pendidikan karakter. Bahkan secara potensial, semua anak memiliki potensi yang sama untuk menjadi cerdik. Kemudian kita bisa menyebut ciri-ciri atau ukuran-ukuran tentang anak yang cerdik dibandingkan anak yang tidak cerdik, maka hal yang membedakan anak yang satu dengan anak yang lainya bukan karena ibu bapaknya, adalah orang yang cerdik dan juga memiliki pengetahuan yang lebih tinggi, melainkan orangtuanya telah merancang si anak untuk menjadi cerdik sejak kecil.
Demikian seorang ayah atau seorang ibu adalah orang yang tidak membiasakan anak tentang pendidikan karakter, lalu ketika si ibu tersebut tidak menempatkan anaknya menjadi cerdik, maka besar kemungkinan si anak tersebut pertumbuhan anak semakin meranjak dewasa tidak membawah sifat-sifat kecerdikan orangtuanya atau sebanding dengan teman akrab yang lain. Begitu pulah sebaliknya, apabila kita selama ini merasa sebagai orang yang tidak cerdik, kemudian dengan segenap upayah anda berusaha mendidik dan mencerdikkan anak sejak beranjak remaja melalui itu puji Tuhan anak anda bertumbuh menjadi anak yang lebih cerdas atau cerdik jika dibanding dengan anak yang lainya.
Maka dengan demikian, alangkah baiknya perluh meningkatkan pendidikan karakter di banku sekolah baik dari SD,SMP,SMA Hingga Perguruan Tinggi untuk menumbuh kembangkan Nilai-nilai Budaya bangsa. Setiap sekolah diharapkan Mengajarkan muatan local sesuai konteks budaya setempat (pelajaran Mulog). Selanjutnya, untuk membangkitkan pendidikan karakter cara mengembangkannya pada anak bisa melalui mempelajari cara dan polah hidup adat isti adat dari orang lain. Nilai Cinta Tana Air yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Dinas pendidikan dan pengajaran perluh merumuskan pendidikan Muatan local yang bernuangsa pada daerah setempat.
Nilai Peduli Lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya menghayati kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi! Secara menyeluruh dan mengembangkannya rasa peduli lingkungan yaitu dengan mengajak anak untuk berkebun dan mengajari mereka untuk menanam Pohon yang ada disekitar kita dan lingkungan umum seperti di lingkungan sekolah, gereja, dan rumah sakit. Mengajak anak menjaga dan memlihara tanaman merupakan mencintai lingkungan alam yang senag tiasa Menyelamatkan kita dalam kehidupan.
Kita semua adalah manusia yang bermartabat satu dan sama yaitu hidup dan berkehidupan yang berpikir dan berpemikiran. Kenyataan yang membahagiakan bila kita semua sepikir dan sehati untuk merumuskan pemikiaran-pemikiran yang mengajarkan tentang hidup dan kehidupan yang mengantar kepada kesejatraan dan kedamaian universal pada usia dini di bangku sekolah Formal. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Universitas Cenderawaih)

Loading

About Author