Fakfak, DetikPapua.Com – Mantan wakil ketua MRPB asal kabupaten Fakfak menilai pemerintah pusat terkesan sedang menutup ruang komunikasi dengan sejumlah masyarakat Papua.
Hal tersebut dikatakan Zainal Abidin Bay, pada keterangan tertulis, Jumat (30/4/2021).
“Saya pikir kurang tepat dengan melabel KKB sebagai teroris, itu berarti sekaligus metode ini menutup ruang Komunikasi,” kata Zainal
Dia menilai, sikap pemerintah pusat berimplikasi pada meningkatnya eskalasi kekerasan di wilayah Papua.
“Dampaknya buruk bagi rakyat setempat. Masyarakat pasti mengungsi untuk mencari selamat, masyarakat akan kehilangan penghasilan ekonomi, anak-anak mereka tidak bersekolah, kesehatan dan sanitasi lingkungan terganggu dan seterusnya (efek domino), dan itu akan menimbulkan masalah baru dan luas, padahal tujuannya mau melindungi rakyat,” tandasnya.
Lebih jauh, Zainal menambahkan, istilah teroris bisa berdampak luas dengan membentuk luka sosial.
“Jangan sampai (dampak, red) psikologis istilah teroris merasa bukan hanya untuk KKB tetapi rakyat secara keseluruhan. Masalahnya akan lebih rumit lagi. Saat ini ada perasaan didiskriminasi, ada rasisme, sekarang kita tambah lagi dengan label teroris,” tambahnya.
Dampak psikologi sosial semacam ini perlu dipertimbangkan kembali. Pendekatan keamanan tanpa dipadani pendekatan kultural dan psikologi sosial akan berakibat fatal.
Akibatnya penyelesaian konflik semakin jauh dari topik otonomi asimetrtik atau pendekatan tehnokratik.
“Harus ada strategi holistic-integrative untuk penyelesaian damai di Papua. tidak bisa hanya dengan percepatan pembangunan, penambahan provinsi, dan revisi UU otonomi khusus,sudah dapat menyelesaikan masalahnya,” tambahnya lagi.
Zainal menawarkan sejumlah solusi terhadap pemerintah pusat, diantaranya. Pertama, membangun kesepakatan agar dihentikan penggunaan kekerasan dan permusuhan antara kedua belah pihak.
Kedua, pemerintah bisa membuka komunikasi dengan pihak yang melakukan perlawanan untuk menghasilkan common ground dan win-win solution.
Ketiga, saling menghormati ekualitas (kesamaan status, hak, dan kewajiban) pihak yang berkomunikasi.
Terakhir, merancang hubungan yang mutualistik, tidak ada judgment dan truth claim, dan siap untuk menghadirkan keputusan bersama yang relatif diterima kedua belah pihak.
“Kira kira seperti itu, dan mari kita cari terus formulasi yang bisa menjadi titik penyelesaian yang produktif,” tutupnya. (R.L)
More Stories
Tim Tinju PON Papua Pegunugan Tak Terima Hasil, Dinilai Keputusan Wasit Memihak Tuan Rumah Sumut
John NR Gobai: Di Papua Harus Ada Pergub Tentang Sekolah Adat
Pj Gubernur, Papua Tengah dengan Tiga Bupati Dogiyai, Deiyai dan Timika Segera Tangkap Kepala Desa Wakiya bersama Kepala Suku Wakiya